JOMBANG (Jurnaljatim.com) – Bea cukai dan Pemkab Jombang terus menerus melakukan sosialisasi cukai khususnya ciri- ciri dan larangan peredaran rokok ilegal di Jombang. Sosialisasi cukai dilakukan bea cukai Kediri di Desa Jarak, Kecamatan Wonosalam, Jombang, pada Selasa (25/2/2020).
Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Kediri, Adiek Marga Raharja, menyampaikan, rokok ilegal adalah rokok yang dalam pembuatan dan peredarannya tidak memenuhi ketentuan perundang – undangan dibidang cukai.
“Ciri – ciri rokok ilegal di antaranya rokok yang diedarkan, dijual, atau ditawarkan tidak dilekati pita cukai, rokok yang diproduksi oleh pabrik yang belum memperoleh ijin / NPPBKC dan rokok yang diedarkan dilekati pita cukai, namun pita cukainya palsu, bekas, tidak sesuai peruntukan dan tidak sesuai personifikasi” kata Adiek Marga Raharja.
Ia menjelaskan, bahwa rokok yang diedarkan dijual atau ditawarkan tidak dilekati pita cukai (dikenal dengan istilah rokok polos atau rokok putihan) dikenai ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.
“Dan pidana denda paling sedikit 2 kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali nilai cukai,” tegasnya.
Mulai tahun 2019, kata Adiek, cukai untuk hasil pengolahan tembakau lainnya yang meliputi ekstraks dan essens tembakau, tembakau molasses, tembakau hirup (snufftobacco) atau tembakau kunyah (chewing tobacco) dikenai tarif cukai 57 persen.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Jombang, Budi Winarno, menyampaikan, sosialisasi itu diharapkan mampu memberikan pencerahan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan rokok ilegal.
“Peredaran rokok ilegal, khususnya di Kabupaten Jombang harus terus dicegah dan dihentikan,”papar Budi Winarno, Kamis (27/2/2020).
Dengan adanya kegiatan sosialisasi dan penyampaian informasi terkait ketentuan peraturan perundang – undangan dibidang cukai kepada masyarakat, diharapkan bisa menjadi sarana komunikasi kepada masyarakat serta memperkuat sinergi baik Bea Cukai Kediri, Pemerintah Kabupaten, Kecamatan, dan Desa dalam memberantas rokok ilegal agar kebocoran dapat diminimalisir dan tentunya penerimaan negara dari sektor pajak semakin meningkat.
“Prinsip, kami tidak melarang masyarakat untuk tidak boleh merokok, tapi kalau merokok jangan di tempat umum ada tempatnya. tidak apa apa nglinting dewe di rokok dewe pokoknya tidak di jual, kalau dijual itu namanya melanggar, karena tidak ada pita cukai/pajaknya,” ujar Budi.
Dia mengungkapkan, meskipun peredaran rokok illegal saat ini sudah berkurang, namun harus dicegah secara terus menerus. Pasalnya, meskipun kebocoran itu sedikit, lama – lama akan menjadi banyak dan itu akan mengurangi penerimaan negara.
“Kami berharap, sosialisasi tentang larangan peredaran ini disampaikan kepada tetangga yang lain agar semua paham. Mari kita cegah rokok ilegal untuk penerimaan negara, karena pajak cukai juga akan dikembalikan lagi ke masyarakat,” pungkasnya.
Editor: Azriel