Dalam pidato presiden pertama Indonesia 58 tahun silam pada Tanggal 10 November 1961. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya”. Hingga saat ini, kata-kata itu masih menggema dan Setiap tanggal 10 November bangsa ini memperingatinya sebagai hari besar nasional, yaitu Hari Pahlawan.
Momentum hari Pahlawan bukan hanya sekadar seremonial semata, melainkan untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gigih berani, rela mengorbankan jiwa, raga, dan hartanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Beberapa bulan sebelum meletusnya peristiwa 10 November, momen bahagia itu telah berkumandang ke seluruh penjuru Indonesia pada 17 Agustus 1945, yang artinya bangsa Indonesia telah bebas dan merdeka dari belenggu penjajahan.
Peristiwa 10 November 1945 tidak lepas dari peran penting sosok muda yang dengan lantangnya menyerukan orasi melalui berbagai siaran radio untuk menggerakkan hati warga, terutama masyarakat santri di Surabaya kala itu.
Orasi penyemangat Bung Tomo saat itu yang dibarengi dengan Resolusi Jihad yang dideklarasikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 yang menyeru perlawanan terhadap penjajahan. Orasi menggelegar itu lah yang akhirnya mampu membangkitkan para pemuda, santri, dan warga Surabaya untuk melawan tentara Inggris hingga menewaskan pimpinan perang AWS Mallaby.
Atas kegigihan dan perjuangan para pahlawan-pahlawan yang terus mengerahkan tenaganya hingga titik darah penghabisan demi kemerdekaan Indonesia. Begitu pun dengan para pemuda yang telah bersumpah bertanah air yang satu, berbangsa yang satu, dan berbahasa yang satu untuk berjuang mengusir penjajahan di muka bumi nusantara.
Kini Indonesia telah merdeka selama 74 tahun lamanya sejak 17 Agustus 1945. Pemuda tak lagi dikenal peran dan kontribusinya, tidak sedikit pula para pemuda yang merasa tak perduli dengan keadaan sekitarnya, dengan apa yang terjadi pada lingkungannya.
Kebanyakan dari para pemuda masa kini, yaitu para generasi milenial lebih berfokus pada sebuah teknologi ataupun gadget di genggamannya hingga tanpa sadar membuatnya tunduk dan menjadi budak teknologi dan melupakan segalanya sehingga menimbulkan apatisme dalam dirinya. Gadget merubah menjadi Pemuda yang hedonis dan cenderung pragmatis.
Dari gadget, budaya barat dengan cepat merasuk ke Tanah air dan mengikis budaya atau tradisi bangsa. Pemuda butuh dorongan dan dukungan dari berbagai pihak untuk mendukungnya berkompeten hingga dapat menjadi pahlawan masa kini yang penuh dengan inovasi dan prestasi.
Pemuda dapat berdamai dan menyusupi perkembangan teknologi untuk digunakan sebagai sarana positif membangun bangsa, bukan lagi tunduk terpuruk dan terikat dengan teknologi tanpa sadar akan keadaan sekitarnya.
Pemuda harus menjadi kekuatan untuk mendorong bangsa ini lebih maju. Bahkan setidak-tidaknya adalah memberikan peran yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Pemikiran-pemikiran kreatif serta inovasi dari para pemuda dapat dijadikan sebuah titik terang yang mampu mendobrak keterpurukan masyarakat.
Pemuda harus berani melawan budaya-budaya asing yang merongrong bangsa di era Modernis ini. Sebagai pemuda yang menjadi generasi muda, wajib mengetahui sejarah perjuangan para pahlawan agar tidak mudah untuk dipecah belah antar anak bangsa.
Sebagai generasi di era milenial, Pemuda Indonesia harus produktif untuk merawat dan menjaga warisan para pejuang kemerdekaan. Pemuda produktif yakni, terus menciptakan dan menuangkan ide-ide kreatif dan inovatif untuk kemajuan bangsa.
Dengan dimulai melalui mengubah dirinya sendiri, kemudian mengubah keluarganya, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, hingga bangsanya. Dari perubahan yang perlahan tapi pasti, adalah bentuk nyata peranan pemuda dalam melanjutkan perjuangan pahlawan pejuang bangsa. (*/Editor In Chief)