Jombang, Jurnal Jatim -Sejumlah warga di Kabupaten Jombang, Jawa Timur resah setelah mendapatkan teror dari platform ilegal yang menyediakan pinjaman online (pinjol). Teror mulai data disebar, dimaki, hingga dilecehkan.
Informasi yang dihimpun Jurnaljatim.com, ada warga yang memang meminjam uang namun tertekan dengan penagihannya yang kasar, ada pula tidak meminjam tetapi nama mereka dijadikan sebagai referensi untuk mendapatkan pinjaman.
Yusuf warga Kecamatan Gudo mengaku tidak meminjam lewat pinjol, tetapi ia ikut diteror penagih utang (debt collector) atas utang yang dilakukan salah satu temannya.
“Saya tidak pernah berhubungan dengan pinjaman online, ini tiba-tiba dapat sms ditagih supaya bayar utang teman di Surabaya. Padahal saya tidak pernah berkomunikasi dengan temanku itu,” katanya, 24 November 2020.
Ia mengaku telah mengabaikan pesan yang baginya tidak penting tersebut. Inti dari SMS itu, kata dia, agar menyadarkan temannya inisial LD dan bertanggungjawab segera mengembalikan uang pinjamannya.
“Tak abaikan. Lha saya ga kenal kok. Saya liat foto profinya di WhatsApp itu cewek. Gak tau siapa dia, mungkin palsu,” ucapnya sembari menunjukkan foto perempuan penagih tersebut.
Peminjam Mengaku Diteror
Beni Hendro, salah satu orang yang mengaku pernah meminjam lewat Pinjol mengatakan beberapa kali menerima teror berupa ancaman baik lewat sms maupun telepon langsung. Baginya teror itu sangat meresahkan.
“Saya diteror oleh Debt Collector melalui telepon maupun sms. Hampir setiap jam dan setiap hari,” kata Beni.
Meski ancaman tersebut dikatakannya tidak sampai pada ancaman kekerasan fisik, namun membuat dia resah dan terganggu.
“Mereka memaki habis-habisan, mengancam menyebar data dan foto identitas. Jadi, data yang ada kontak HP ini disadap. Setelah itu, teman-teman saya dikirimi pesan tentang hutang saya,” tuturnya dengan nada geram.
Dia menceritakan pernah meminjam uang lewat aplikasi Pinjol sebanyak dua kali. Pinjaman pertama dua bulan lalu sebesar Rp1,5 juta. Dari besaran pinjam itu, Beny hanya menerima uang Rp1,3 juta.
Karena syaratnya yang mudah cukup modal KTP saja, pemuda asal Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang tersebut kembali meminjam sebesar Rp1,3 dan hanya menerima uang Rp800 Ribu.
“Setelah pinjaman di ACC, kita dapat notifikasi lalu uang masuk ke rekening dengan sudah dipotong,” lanjutnya.
Dia menyebut, kejanggalan muncul setelah kedua pinjamannya lunas namun masih ada debt collector yang menagih lewat ponselnya. Bahkan, data identitasnya juga disebar.
“Saya sudah lunas semua. Lah kok masih ditagih. Ada lima aplikasi pinjol yang menagihnya. Setelah saya cek, itu ilegal dan tidak terdaftar di OJK (otoritas jasa keuangan),” jelasnya.
Ia mengatakan, kejadian serupa juga dialami perempuan berinisial YS. Bahkan, lanjut Beni, YS telah membayar bunga pinjaman hingga puluhan juta rupiah yang tak sebanding dengan pinjaman awalnya.
“Modusnya sama, ancaman menyebar data ke semua orang. Bahkan, dia dimaki dengan kata yang kurang enak di dengar,” ujar Beni sembari menunjukkan pesan makian tersebut.
Atas kejadian itu, Benk mengaku telah berkonsultasi dengan lembaga bantuan hukum sekaligus berkoordinasi dengan tim siber kepolisian. Dalam waktu dekat ia bersama korban lainnya akan lapor ke polisi.
“Sudah koordinasi dengan pihak kepolisian. Saya bersama lainnya akan melaporkan secara resmi ke polisi,” tegasnya.
LBH tindaklanjuti aduan
Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Jombang, Adang Dwi Widagdo, SH mengungkapkan berdasarkan pengaduan sejumlah kliennya yang menjadi debitur fintech (Financial Technology), memang ada fintech nakal yang menerapkan cara penagihan yang tidak sesuai aturan.
“Tagihan juga dilakukan kepada keluarga, rekan kerja, hingga atasan. Juga menggunakan fitnah, ancaman, hingga pelecehan seksual. Juga penagihan sebelum batas waktu,” katanya.
Adang menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti pengaduan kliennya ke OJK dan jika ada bukti-bukti yang mengarah kepada pidana seperti ancaman, pelecehan, sebar data debitur dari oknum Debt Collector Pinjol maka akan melakukan langkah hukum.
“Tidak menutup kemungkinan jika ada bukti yang mengarah pada pidana, akan melangkah ke hukum dan kita koordinasikan kepada pihak kepolisian,” ujarnya.
Adang mengingatkan dengan maraknya aplikasi fintech atau yang umumnya disebut pinjaman online, masyarakat harus waspada dan teliti memilih aplikasi pinjaman online yang mempunyai legalitas, dan terdaftar di OJK.
Dapatkan update berita menarik lainnya hanya di Jurnaljatim.com, jangan lupa follow Jurnaljatim.com di Google News.
Editor: Azriel