SURBAYA (Jurnaljatim.com) – Tak segera cairkan uang konsinyasi milik 9 warga, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang dilaporkan ke Mahkamah Agung (MA) hingga Komisi Yudisial (KY). Uang milik 9 warga yang “ditahan” oleh pengadilan itu berjumlah sebesar Rp 2,5 miliar.
Kuasa hukum sejumlah warga yang uang konsinyasinya tidak dicairkan oleh pengadilan, Wiwid Tuhu Prasetyanto, S.H, M.H mengatakan, kasus ini bermula saat adanya sengketa obyek tanah antara KUD Dengkol melawan warga bernama Sunaini dan kawan-kawan.
“Pada 2016, KUD Dengkol dianggap telah melawan hukum dengan menguasai obyek Tanah milik Sunaini dkk, dan menolak untuk menyerahkan meski sudah diminta secara baik-baik, akhirnya kita ajukan gugatan ke pengadilan,” katanya, Selasa (21/1/2020).
Ia menambahkan, gugatan yang dilayangkan 9 warga Kepanjen, Malang itu, pada akhirnya dimenangkan oleh pengadilan. Dan klaim sepihak dari KUD Dengkol sebagaimana dimaksud, sudah ditolak oleh pengadilan, sebagaimana putusan pengadilan hingga tingkat MA terhadap perkara No.79/Pdt.G/2016/PN.Kpn Jo 330/PDT/2017/PT.SBY Jo 2730K/PDT/2018.
Ditahun 2018, tanah milik Sunaini dan 8 warga lainnya terkena imbas proyek jalan tol. Oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jendral Bina Marga, Direktorat Jalan Bebas Hambatan, Perkotaan dan Fasilitas jalan Daerah, obyek tersebut lalu dikonsiyasi pembayarannya melalui Pengadilan Kepanjen, sebagaimana tercatat dalam register perkara No.2/Pdt.P.Cons/2018/PN.Kpn.
“Anehnya, tanpa sepengetahuan dari Sunaini dkk sebagai pemilik sah tanah, Kementrian secara sepihak dan diam-diam, mengajukan lagi permohonan konsinyasi atas obyek sengketa yang diregister dengan perkara No.3/Pdt.P.Cons/2018/PN.Kpn. Sehingga dalam hal ini Kementerian atau setidaknya oknumnya secara sepihak dan tidak terbuka menghakimi sendiri pembagian hak seolah Sunaini dkk tidak berhak atas obyek yang dimaksud didalam perkara No.3/Pdt.P.Cons/2018/PN.Kpn,” tambahnya.
Muara persoalan itu lah, yang kemudian menjadi alasan bagi pengadilan untuk menahan uang konsinyasi milik 9 warga hingga sekarang. Ada pihak lain yang saat ini tengah mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).
Padahal, tambahnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 66 ayat (2) UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan UU No.5 tahun 2004, bahwa permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan. Sehingga, tidak ada alasan lagi seharusnya bagi pengadilan untuk menangguhkan pencairan uang konsinyasi warga.
“Konsinyasi register perkara No.2/Pdt.P.Cons/2018/PN.Kpn, secara nyata telah ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Dan telah jelas hak dari Sunaini dkk untuk mendapatkan pembayaran dari Kementrian,” tandasnya.
Terkait dengan kasus ini, pihaknya sudah pernah mempertanyakan melalui surat permohonan pencairan konsinyasi register perkara No.2/Pdt.P.Cons/2018/PN.Kpn, setidak-tidaknya sebanyak 4 kali ekspedisi. “Akan tetapi kesemuanya belum juga mendapatkan balasan. Sehingga menjadi ada pertanyaan besar ada apa yang sebenarnya?,”
Untuk itu, demi keadilan para warga, pihaknya pun terpaksa melaporkan kasus ini ke Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Badan Pengawasan MA, Komisi Yudisial, dan Ombudsman Republik Indonesia.
“Kami memohon untuk sekiranya dibantu mendapatkan keadilan dan juga bantuan kiranya bagaimana bisa segera mendapatkan kepastisan hukum untuk warga dapat menikmati hak-nya,” tegasnya. (*/Yoh)
Editor: Hafid