Jombang, Jurnal jatim.com – Puluhan warga yang tergabung Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ) melakukan demo di Kantor badan pendapatan daerah Jombang, Kamis (8/5/2025).
Mereka memprotes kenaikan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di daerah setempat.
Dalam aksinya, mereka membawa sejumlah poster berisikan tuntutan. Di antaranya Pemerintah Pak Subi dan Gus Salman haram jual beli jabatan apalagi setoran yang sumber tidak jelas; kami rakyat kecil menjerit dengan kenaikan PBB NJOP dan kami bukan pengusaha.
Kemudian satelit tidak bisa dibuat ukuran untuk alasan kenaikan NJOP harusnya ada appraisal; dan masyarakat tidak pernah tahu kenaikan PBB dan pajak jual beli tanah yang meningkat kayak setan.
Joko Fattah Rokhim, koordinator aksi mengungkapkan bahwa keputusan Bupati Jombang tentang Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan berdampak terhadap Kenaikan tarif PBB-P2 di Jombang yang melonjak tinggi hingga 100 persen lebih.
“Sebenarnya banyak cara menaikkan PAD. Tapi jangan menaikkan pajak yang sangat memberatkan masyarakat,” ungkapnya.
Fattah dengan tegas menolak kebijakan Bupati Jombang tentang kenaikan PBB/BPHTB itu. Ia pun menuntut Pemkab Jombang untuk menurunkan tarif PBB yang baru dengan menggunakan Appraisal dan disosialisasikan sehingga tidak memberatkan masyarakat.
“Kami menuntut Pemerintah Kabupaten Jombang melakukan pembebasan pajak kepada kelompok masyarakat Jombang, seperti warga berpenghasilan rendah atau pemilik usaha kecil, karena mereka kesulitan membayar,” katanya.
Tak hanya itu, Pemkab Jombang juga diminta untuk meninjau kembali Peraturan bupati Jombang Nomor 51 Tahun 2024 Tentang Pungutan Pajak Daerah.
Sebab, tumpang tindih dengan keputusan bupati nomor 188.4.45/65/415.10.1.3/2024 pemberian insentif berupa pengurangan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar 35 persen yaitu tentang kebijakan PBB dan yang dianggap tidak adil atau tidak proporsional, seperti penilaian objek pajak yang tidak realistis.
“Kami menuntut Pemerintah Kabupaten Jombang memberikan informasi yang jelas dan transparan mengenai perhitungan PBB, sehingga mereka dapat memahami dasar pengenaan pajak yang baru,” katanya.
Kepala Bapenda Jombang, Hartono menemui para pendemo. Hartono menyarankan jika ada warga yang keberatan untuk melaporkan ke Bapenda dan pihaknya siap menilai ulang dan bukan di appraisal.
“Jadi kami tinjau, kami datangi lokasi terkait kebenaran harga tersebut,” katanya.
Hartono juga memastikan bahwa fasilitas umum seperti musala, masjid, makam (wakaf) tidak dikenakan pajak.
“Sudah kita sampaikan kepada kepala desa semua. Hanya kadang-kadang kepala desa itu tidak menghiraukan yang kita sampaikan,” katanya.
Hartono menambahkan pihaknya sudah melakukan sosialisasi di pendopo kabupaten hingga tingkat kecamatan setiap tahunnya. Namun demikian, Bapenda Jombang akan terus menerima keberatan dari masyarakat.
Dapatkan update berita menarik hanya di Jurnaljatim.com, Jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news instagram serta twitter Jurnaljatim.com