Inilah 6 Tokoh Inspiratif Penerima PWI Jombang Award di Puncak HPN 2025

Jombang, Jurnal Jatim – Enam orang tokoh inspiratif di Kabupaten Jombang mendapat apresiasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jombang di ajang PWI Jombang Award.

6 tokoh itu diserahkan pada puncak peringatan Nasional (HPN) 2025 di Pendopo Kabupaten dengan tema ketahanan pangan dan lingkungan hidup.

Ketua PWI Jombang Muhammad Mufid mengatakan penghargaan diberikan kepada individu, pemimpin institusi, lembaga pendidikan, maupun Organisasi Masyarakat atau kelompok masyarakat yang dinilai memiliki nilai lebih, atau mempunyai nilai keunggulan pada suatu bidang.

“Baik dari sisi komitmen, konsistensi dan keberlanjutan, maupun atas prestasi yang mampu diraih,” kata Mufid.

Berikut 6 tokoh inspiratif penerima .

1. Jombang Warsubi

Bupati Warsubi menerima penghargaan sebagai Pemimpin Kreatif dan Inovatif Bidang Ketahanan Pangan. Dalam 100 hari kerja pertama, Bupati Warsubi membuktikan kepemimpinan visioner dan transformatif dengan menggagas program kolaboratif bertajuk Pro Abah: Kobarkan Sinergi.

Lewat program ini, ia menginisiasi sinergi konkret antara pemerintah daerah dan dunia usaha demi mendorong pembangunan inklusif dan percepatan kesejahteraan masyarakat.

Dengan pendekatan progresif, Bupati Warsubi menciptakan ruang temu bisnis yang melibatkan langsung para pimpinan perusahaan untuk menjadi mitra aktif dalam pembangunan sosial, pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi kerakyatan.

Dirinya juga mendorong penyelarasan CSR perusahaan dengan prioritas pembangunan daerah agar berdampak nyata dan berkelanjutan.

Keberanian Bupati Warsubi dalam menjemput investasi, mempermudah perizinan, dan membuka kanal komunikasi yang terbuka dengan sektor swasta membuktikan bahwa kepemimpinan yang kreatif bukan sekadar wacana, tetapi aksi nyata yang membawa Jombang ke masa depan yang lebih maju, mandiri, dan sejahtera untuk semua.

2. KH. Ahmad Masrukh.

Pengasuh Ponpes At-Tahdzib, Ngoro, Jombang ini menerima penghargaan sebagai tokoh inovatif ketahan pangan berbasis pesantren.

Kiai Masrukh punya cara out of the box untuk membuktikan pesantren bukan hanya menjadi pusat pendidikan agama, melainkan bisa menjadi motor penggerak ketahanan pangan dan ekonomi umat.

Di bawah asuhannya, Pondok Pesantren At-Tahdzib tidak hanya mendidik santri dalam ilmu agama dan pendidikan formal, namun juga wirausaha. Salah satunya dengan menyediakan kolam-kolam ikan seperti kolam ikan lele, nila, dan bawal, yang tersebar di lahan pesantren.

Langkah itu menjadi bukti nyata bahwa kerja keras dan ilmu bisa bersinergi untuk menciptakan kemandirian.

Lebih dari itu, pesantren ini berhasil menorehkan prestasi nasional dalam pembibitan lele, dan bahkan menjadi satu-satunya pesantren di Indonesia yang sukses memproduksi ikan bawal secara massal dengan metode pemijahan campur sebuah inovasi yang menandai kemajuan penting dalam budidaya perikanan.

3. Arwigati

Arwigati merupakan Ketua Lumbung Paceklik Banjarsari, Desa Bareng, Kabupaten Jombang. Ia sebagai tokoh pelestari tradisi ketahanan pangan berbasis komunitas atas dedikasinya memimpin dan mengembangkan Perkumpulan Kelompok Lumbung Paceklik di Desa/Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang.

Lumbung ini berakar dari inisiatif mulia orangtuanya, Momot dan Sopiyah, yang pada 1938 memulai arisan beras tiga cangkir bersama beberapa warga di tengah masa sulit pangan.

Apa yang dimulai sebagai kebersamaan sederhana, kini berkembang menjadi kekuatan kolektif yang menopang ratusan warga. Di bawah kepemimpinan Arwigati, usaha ini tak hanya bertahan, tetapi tumbuh—mencakup kambing dan berbagai kegiatan ekonomi produktif lainnya.

Tahun demi tahun, anggota bertambah, meluas ke empat dusun: Banjarsari, Tegalsari, Tegalan, dan Kedunggalih. Sejak berdirinya lumbung secara fisik pada 1968 hingga kini, Arwigati terus menjadi sosok sentral dalam menjaga keberlangsungan dan manfaatnya.

Dengan inventaris gabah mencapai 10 ton dan kas hingga Rp 50 juta, lumbung ini rutin dibongkar saat musim paceklik untuk mencukupi kebutuhan pangan dan operasional musim tanam.

Bahkan, pada masa kepemimpinan Bupati Nyono Suharli, lumbung ini mendapat dukungan hibah dari Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur.

Atas kiprah panjang dan tanggung jawab yang dijalankan penuh kesetiaan, Arwigati layak menerima penghargaan di bidang ketahanan pangan sebagai teladan pelestari warisan pangan lokal dan penggerak kemandirian desa.

4. Arum Wismaningsih

Aktivis lingkungan, sekaligus Pembina Komunitas Polisi Air tersebut menerima penghargaan tokoh penggerak pelestarian lingkungan berbasis komunitas atas dedikasi dan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan.

Arum tampil sebagai sosok inspiratif di balik eksisten Komunitas Polisi Air di Wonosalam, Kabupaten Jombang.

Sains Universitas Jember ini tak hanya mengajarkan pentingnya menjaga sungai, tapi juga menanamkan kesadaran ekologis sejak dini kepada para siswa.

Dedikasi dan kepeduliannya, diawali dengan keikutsertaannya menginisiasi kelahiran komunitas polisi air pada 2010.

Dari situ, Ibu 2 iti kemudian menjelma sebagai sosok yang berperan penting pada konsistensi polisi air dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Sejak 2017, Arum konsisten membina puluhan anak dari SMPN 1 Wonosalam untuk rutin menyusuri sungai setiap akhir pekan, memunguti sampah, meneliti biota air, dan memantau kesehatan ekosistem sungai.

Bagi Arum, sungai bukan sekadar aliran air, melainkan cermin kualitas lingkungan sekitar. Berkat ketelatenannya, Komunitas Polisi Air menjelma menjadi gerakan akar rumput yang hidup, tumbuh, dan berdampak.

5. Nyai Maftuhah Mustiwowati

Perempuan Pengasuh Ponpes Mambaul Hikam, Jatirejo, Jombang itu dianugerahi tokoh Penggerak Pelestarian Lingkungan Berbasis Pesantren berawal dari tekadnya melakukan “Taubat Ekologi” pada 2015.

Ning Ika, sapaan akrab dari Maftuhah Mustiwowat, membuat berbagai gebrakan di lingkungan Pondok Pesantren Mambaul Hikam dengan menginisiasi kebijakan pemilahan sampah di lingkungan pesantren.

Setelah sukses membiasakan santri dan warga pesantren untuk memilah sampah dan menjadikan lingkungan pesantren menjadi lebih bersih, pada tahun 2016 menginisasi pembuatan ecobrick, serta kegiatan sedekah sampah.

Selanjutnya berkembang menjadi kegiatan menukar sampah dengan sembako dan sayur mayur. Gagasan dan inisiatifnya, terus berjalan dan berkembang hingga saat ini.

Berhasil dengan sedekah sampah, Ning Ika kemudian menggagas sedekah jelantah untuk melindungi bumi dari residu bahan kimia serta menjaga bumi agar tetap lestari. Dari gerakan sedekah, gagasannya berkembang menjadi menukar jelantah menjadi sembako dan sayur mayur.

Pada 2020, Ning Ika mengeluarkan kebijakan progresif, melarang santri putri Pondok Pesantren Mambaul Hikam menggunakan pembalut sekali beli.

Kebijakan untuk mengurangi volume sampah tersebut, diikuti dengan inisiasi pembuatan produk menspad atau pembalut cuci ulang. Hingga saat ini, inisiasi, gagasan dan kebijakan yang ditelurkan, telah berkontribusi terhadap pengurangan sampah, khususnya di lingkungan pesantren.

Ia juga menulis dan menerbitkan Buku berjudul “Berkomunikasi dengan alam semesta (Kajian Ayat-ayat Al quran dan Hadits Ekologi). Buku dicetak dan diedarkan pada 2020.

6. Sudarmaji

Pakel, Bareng, Jombang  ini sebagai tokoh pelestari tradisi pelestarian lingkungan berbasis komunitas. Ia mampu menjaga dan merawat tradisi warisan leluhur yang berkontribusi pelestarian lingkungan.

Yakni tradisi kuno warisan era Majapahit, bernama “Tumpak Tandur Bumi Wono Ndadari,” serta “Tumpengan Ponco Thuk” di lokasi Sumber mata air panguripan (Telaga amerto), terus dilestarikan sebagai tradisi.

Tradisi “Tumpak Tandur Bumi Wono Ndadari,” merupakan budaya menanam pohon bagi setiap keluarga, di setiap kelahiran anak di Desa Pakel. Bagi warga Pakel, budaya ini tak sekadar budaya menanam.

Tradisi ini mengajarkan budaya merawat harapan. Pohon itu tumbuh bersama anak-anak mereka, menjadi saksi hidup pertumbuhan dan keberlangsungan generasi.

Sedangkan tradisi “Tumpengan Ponco Thuk” merupakan tradisi warisan leluhur untuk menjaga kelestarian sumber mata air di Telaga amerto. Tradisi ini tidak hanya bernuansa pemajuan kebudayaan tapi juga membangkitkan kebersamaan untuk menjaga alam dengan baik, guna kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup.

Di tengah tantangan lingkungan dan pudarnya nilai-nilai lokal, Sudarmaji membuktikan bahwa pelestarian alam dan pelestarian budaya bisa berjalan seiring, bahkan saling menguatkan.

Di bawah kepemimpinannya, Desa Pakel bukan hanya menjaga tradisi, tapi juga memberi teladan: bahwa cinta pada budaya adalah cinta pada bumi.

Mufid mengungkapkan bahwa para tokoh ini memiliki peran besar dalam mendukung ketahan pangan dan ekonomi kerakyatan dari tingkat bawah. Sebab itu, penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi karena telah turut andil menjadi bagian dari pembangunan daerah.

“Kami berharap kedepannya para tokoh penerima penghargaan bisa menginsipirasi masyarakat lain di Kabupaten Jombang untuk terus berinovasi, mengeluarkan ide cemerlangnya supaya bisa menimbulkan manfaat untuk pembangunan di Kabupaten Jombang,” ujarnya.

Dapatkan update  menarik hanya di .com, Jangan lupa follow jurnaljatim.com dgoogle news instagram serta twitter .com