Surabaya, Jurnal Jatim – Perkara pencurian mi instan yang dilakukan Galuh Firmansyah (18) berakhir damai setelah pihak korban memaafkan tersangka.
Penyelesaian perkara tersebut dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Surabaya melalui keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) dengan mediasi di Omah Rembug Adhyaksa pada Kantor Kecamatan Gunung Anyar, Surabaya.
Dalam mediasi itu, korban pencurian yang diwakili oleh Bagus Gilang Pradana telah memaafkan perbuatan tersangka Galuh.
Kesepakatan perdamaian tanpa syarat juga telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. Artinya, pihak korban tidak meminta ganti rugi apapun dari tersangka.
Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, Joko Budi Darmawan, telah menyetujui penangguhan penahanan terhadap tersangka. Hal tersebut disampaikan melalui Kasi Pidum Ali Prakosa.
“Tersangka Galuh Firmansyah dijadwalkan bebas dari tahanan pada sore hari ini,” tutur Kasi Pidum Ali, Jumat (28/7/2023).
Namun, sambung Ali, perkara itu tetap akan diekspos terlebih dahulu kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk memperoleh persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Ia mengungkapkan Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya berharap tersangka benar-benar menyesal dan tidak melakukan tindak pidana lagi.
“Tindakan pencurian yang dilakukan oleh tersangka adalah tindakan yang salah di mata hukum, meskipun yang diambilnya hanya 2 botol minuman Nu Green Tea, 2 coklat Silverqueen, dan 1 Indomie rasa ayam geprek,” ujarnya.
Selain itu, Ali menyampaikan Kejaksaan Negeri Surabaya juga mengucapkan terima kasih kepada Bagus Gilang Pradana selaku korban dan pihak Indomaret yang telah berbesar hati memaafkan tersangka.
“Tersangka Galuh Firmansyah diketahui sebagai seorang yatim piatu dengan kondisi ekonomi pas-pasan,” ucapnya.
Kejaksaan Negeri Surabaya telah melakukan penghentian penuntutan sebanyak 52 perkara pada 2023 hingga bulan Juli ini. Kejaksaan Negeri Surabaya mendapatkan peringkat 1 se-Indonesia dalam hal penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Hal itu tentunya tidak terlepas dari semakin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat Kota Surabaya bahwa tidak semua masalah atau perkara pidana mesti diselesaikan melalui persidangan.
Keadilan restoratif merupakan salah satu alternatif penyelesaian perkara pidana yang lebih mengedepankan pemulihan daripada pembalasan.
Keadilan restoratif juga dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, yaitu korban dan pelaku. Korban dapat memperoleh ganti rugi dan pelaku dapat diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri.
Dapatkan update berita menarik lainnya hanya di Jurnaljatim.com, jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news dan akun instagram Jurnaljatim.com.