Magetan, Jurnal Jatim – Kerajinan pembuatan gerabah dari bahan tanah liat di Kabupaten Magetan masih tetap bertahan di kehidupan modern. Meski tidak sebanyak masa lampau, namun kerajinan itu masih ditekuni masyarakat setempat yang sudah ada sejak dulu.
Adalah Rusdi (70) dan Suminah yang masih setia menjalani usaha pembuatan gerabah meski usianya sudah senja. Mereka membuah gerabah di rumahnya, di Desa Pojok, RT 01 RW 01, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Perajin tersebut menguasai keterampilan membuat kerajinan gerabah dari orangtuanya. Selanjutnya, mereka pun menurunkan keterampilan itu kepada anak-anaknya. Pembuatan gerabah itu seperti cobek, pot bunga serta tempat makanan kelinci yang marak dipesan.
“Usaha ini turun temurun dari nenek moyang sampai sekarang tetep membuat pot, cobek, dan masih banyak macam lainnya,” ujar Mbah Rusdi.
Mereka membuat produk gerabah sesuai dengan permintaan pasar. Dalam proses pembuatannya, mereka dibantu anaknya serta tetangga jika permintaan banyak.
“Dibantu anak saya Harti dan suaminya, kadang ada lingkungan yang membantu, kalau pesanan banyak,” imbuh Suminah.
Pembuatan gerabah itu dari bahan baku utamanya berupa tanah liat. Namun, tak sembarang tanah liat, melainkan harus bertekstur halus. Pemenuhan kebutuhan tanah liat yang halus agar hasil gerabah yang dibuatnya berkualitas bagus.
Rusdi memperoleh tanah liat itu dengan membelinya seharga Rp500 ribu per truk. Tanah liat itu kemudian dibentuk menjadi berbagai macam produk lalu dikeringkan.
Jika sudah mengering, Gerabah-gerabah itu ditempatkan pada tungku khusus pembakaran. Untuk sekali pembakaran setidaknya dibutuhkan 800 unit pot bunga hias, 400 cobek dan 300 tempat makan kelinci. Total ada 1500 gerabah.
“Untuk kayu bakarnya ya kira-kira butuh biaya lebih dari Rp300.000,” timpal Suminah.
Mereka mengaku tidak pernah kesulitan dalam memasarkan gerabahnya, karena semua hasil produksi gerabahnya sudah dipesan dan diambil para pemesan dari berbagai daerah di Jawa Timur.
“Pemesannya dari Ponorogo, Madiun, Magetan, Nganjuk bahkan sampai Kota Jombang,” kata Mbah Suminah.
Diakui Suminah, sejak wabah COVID-19 melanda, permintaan pembuatan gerabah mengalami penurunan cukup tajam. Pendapatannya menurun hingga 50 persen dibanding sebelum pandemi.
“Sebelumnya satu bulan bisa mendapat Rp4 juta, sekarang tinggal separuhnya,” tuturnya.
Pendapatan Rp2 juta itu belum termasuk untuk pembelian bahan tanah liat dan kayu bakar sebesar Rp300.000. Meski pendapatannya anjlok sejak tujuh bulan terakhir akibat pandemi, Suminah mengaku tak pernah patah semangat.
Beruntung kondisi Kabupaten Magetan mulai kembali pulih setelah hampir 2 tahun terdampak pandemi. Meski belum pulih seperti sedia kala, namun mereka bersyukur dengan pesanan gerabah yang mulai kembali ada.
“Kondisi saat ini sudah mulai membaik dibandingkan tujuh bulan terakhir, tidak ada yang memesan sama sekali. Sekarang mulai ada pesanan dan kami bersama anak-anak akan terus bertahan meneruskan usaha turun temurun ini,” ujarnya. [*/kmf/web]
Dapatkan update berita menarik lainnya hanya di Jurnaljatim.com, jangan lupa follow Jurnaljatim.com di Google News.
Editor: Azriel