Jombang, Jurnal Jatim – Peredaran dan penggunaan narkoba di Kabupaten Jombang, Jawa Timur meningkat 30 persen di masa pandemi COVID-19. Kenaikan itu diketahui dari hasil operasi pekat semeru 2021 yang dilakukan oleh Polres Jombang dan Polsek Jajaran selama 12 hari di wilayah setempat.
Selain itu, selama operasi pekat semeru digelar mulai 22 Maret hingga 2 April, paling menonjol adalah premanisme sebanyak 75 kasus dengan 88 tersangka.
“Disusul kemudian kasus miras sebanyak 44 kasus dengan 46 tersangka. Kenaikan kasus premanisme disebabkan karena banyaknya pengangguran akibat pandemi COVID-19,” kata Kapolres Jombang, AKBP Agung Setyo Nugroho dalam pers rilis, Selasa siang (6/4/2021).
Agung mengatakan, pihaknya akan menyampaikan kepada pemerintah daerah untuk mengatasi premanisme tersebut dengan mendorong untuk lebih fokus membangun ekonomi.
Kasatresnarkoba Polres Jombang, AKP Moch Mukid menambahkan, ungkap kasus operasi pekat semeru, pihaknya menangkap 30 orang tersangka narkoba yang berperan sebagai pengedar dan bandar.
Mayoritas para pengedar dan bandar yang dibekuk, mengaku nekat melakoni pekerjaan terlarang karena faktor ekonomi akibat pandemi yang sudah berlangsung selama 13 bulan terakhir.
“Karena adanya dampak pandemi ini, mereka yang biasanya kerja kemudian keluar dari perusahaan, ada yang berdagang sepi akhirnya beralih cari uang dengan cara instan dan cepat dengan jalan mereka menjadi pengedar narkoba,” ujar Mukid.
Kasus narkoba naik 30 persen
Mukid menuturkan, operasi pekat tahun 2021, Polda Jatim menarget ungkap dua kasus narkoba. Namun, atas kerja keras anak buahnya dan Polsek Jajaran, berhasil meringkus 30 orang pelaku dengan 27 kasus.
“Ungkap kasus selama 12 hari ada peningkatan 30 persen. Barang bukti yang kita amankan sabu-sabu 13,84 gram, uang Rp8 juta dan sejumlah peralatan sabu-sabu serta timbangan elektrik,” ujarnya.
Mukid menegaskan, barang haram yang diedarkan di kota santri Jombang dipasok dari Mojokerto dengan menggunakan pola komunikasi terputus dan sistem ranjau.
Sistem ranjau, merupakan modus jual beli narkoba dimana antar keduanya tidak bertemu secara langsung. Lalu, uang untuk transaksi itu diserahkan dengan cara transfer.
Dalam sistem ranjau, pengedar memesan barang kepada bandar dan barang yang dipesan tersebut diantarkan melalui jasa kurir. Kurir mengambil barang di lokasi yang disepakati dan selanjutnya mengirim dan meletakkannya di lokasi yang akan didatangi pengedar.
“Semua barangnya (sabu) dipasok dari Mojokerto. Pola transaksinya masih tetap menggunakan sistem ranjau dan komunikasinya terputus,” ungkapnya.
Atas perbuatannya, ke 30 tersangka dijerat dengan pasal 114 jo pasal 112 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Editor: Hafid