Surabaya, Jurnaljatim.com – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, meminta kepada gus- gus dan para kyai muda agar membantu pemerintah dalam menangkal intoleransi.
Permintaan itu disampaikan Khofifah saat menghadiri Forum Silaturahmi Gawagis Nusantara bersama Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, di Hotel Wyndam, Surabaya, Sabtu (23/2/2019) lalu.
Ia mengatakan, bahaya intoleransi saat ini semakin hari dirasa mengkhawatirkan, sehingga para gus gus harus mampu mengisi ruang ruang kosong dengan bekal ilmu agama dan pengetahuan hingga masuk pada pendidikan non pesantren baik di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi.
Khofifah menyatakan, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan lembaga survei Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, terdapat kecenderungan anak muda usia sekolah terjangkiti faham radikalisme dan intoleran.
“Lewat hasil survei itu menyebutkan, bahwa dari 34 provinsi se Indonesia anak-anak SMP dan SMA mengalami kristalisasi terhadap format pemikiran yang cenderung intoleran ” ujarnya.
Melihat kondisi itu, Khofifah meyakini bahwa survei tersebut bisa dijadikan referensi bagi gus gus agar bisa masuk ke sekolah-sekolah non pesantren termasuk sekolah negeri terutama SMA/SMK dan perguruan tinggi dengan dialog dan pencerahan sesuai dengan kadar keilmuan yang bersangkutan.
“Mudah mudahan ini menjadi bagian dari singkronisasi dari seluruh energi positif yang ada dalam komunitas gus-gus di IGGI, Asparagus maupun Gawagis,” ujar mantan Meteri Sosial ini.
Menurutnya, forum ini akan menjadi bagian dari harapan memperkuat resonansi besar di seluruh Indonesia untuk menangkal bahaya radikalsime dan upaya menguatkan toleransi dan moderasi intern maupun antar umat beragama.
Gawagis merupakan ulama-ulama muda milenial yang diinisiasi oleh Gus dari Jatim yang keberadaanya terbukti telah memberikan makna substantif bagi kekuatan Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) khususnya dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam arahannya, Wapres JK menegaskan, bahwa kemajuan teknologi menyebabkan banyak dari pesantren tumbuh dan berkembang sesuai dengan zamannya. Sehingga para santri dituntut mempunyai pandangan pengetahuan dan menguasai ilmu kitab suci Al Qur’an.
“Kita yakin tanpa ilmu pengetahuan kita tidak bisa berkembang dengan pesat,” terangnya.
JK juga menegaskan bahwa dalam mengembangkan pesantren juga harus menciptakan rasa kesinambungan antara senior yang terdiri dari kyai-kyai sepuh dan junior yang merupakan kumpulan dari kyai-kyai muda.
Oleh karena itu, tantangan bangsa ke depan harus diperbaiki lewat syiar atau dakwah. Syiar yang disampaikan harus ditambah dan berkembang menjadi syiar terkait kemajuan ekonomi hingga perkembangan teknologi bagi umat islam. Tidak lagi syiar yang mengedepankan surga atau neraka.
JK menyebut, sebagai bangsa dengan penduduk muslim terbesar, Indonesia patut berbangga bisa membangun persatuan dan kesatuan, memperkuat sarana infrastruktur dan membangun kota hingga pedesaan.
Sementara negara muslim di timur tengah sibuk dengan memperkuat keamanan akibat dari adanya konflik peperangan yang bekepanjangan. (*)
Reporter: Humasprov
Editor: Hafid