Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang telah masuk ke semua kalangan dan mempengaruhi mental sekaligus pendidikan bagi para pemuda dan pelajar saat ini. Masa depan bangsa yang besar ini bergantung sepenuhnya pada upaya pembebasan kaum muda dari bahaya narkoba.
Narkoba telah menyentuh lingkaran yang semakin dekat dengan kita semua. Teman dan saudara kita mulai terjerat oleh narkoba yang sering kali dapat mematikan. Generasi muda yang saat ini tren dengan sebutan ‘generasi milenial’ menjadi sasaran empuk barang haram itu.
Mereka yang telah teracuni Narkoba, banyak yang tidak faham arti dan dampak dari Narkoba itu sendiri. Berawal dari mencoba-coba dan ikut-ikutan, akhirnya membuat ketagihan.
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya . Selain narkoba, istilah yang di perkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (Wikipedia).
Menurut para ahli kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa di pakai untuk membius pasien saat hendak di operasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu.
Namun kini persepsi itu disalahgunakan akibat pemakaian yang telah di luar batas. Para “penikmat” barang terlarang itu, mayoritas saat ini pemuda di usia 20 hingga 30 tahunan.
Itu saya ketahui dari beberapa ungkapan kasus-kasus Narkoba di wilayah hukum Kabupaten Jombang. Bayangkan, dari 298 kasus narkoba yang diungkap Satuan Reserse Narkoba Polres Jombang selama tahun 2018 dengan 235 tersangka, mayoritas para pelakunya di usia produktif. Data itu, telah dirilis pada 27 Desember 2018 lalu.
Saat ini, Narkoba jenis pil koplo label dobel L yang paling marak di kota santri ini. Meski pada pelaku, pengedar bahkan bandar telah ditangkap oleh Polisi, namun tidak membuat jera bagi mereka.
Dibeberapa kesempatan, ketika saya berbincang dengan AKP Moch Mukid, SH, Kasat Resnarkoba Polres Jombang, alasan para pemuda mengkonsumsi pil koplo karena harganya murah (terjangkau) dibandingkan dengan harga Sabu, Ekstasi, Ganja, Putaw dan narkoba jenis lainnya.
Tak hanya itu, pemakaian butiran pil terlarang itu bisa sewaktu waktu dan tidak perlu di tempat khusus (tempat terbuka). Berbeda dengan sabu, putaw, ganja dan lainnya yang butuh tempat tertutup dan sembunyi-sembunyi.
Tidak sedikit, pemakai narkoba yang awalnya hanya mencoba-coba dari temannya lalu ketagihan. Setelah ketagihan, akan mencari/membeli langsung ke pengedarnya. Nah, Jika ketagihan lalu kehabisan uang, maka akan membabi buta mencari uang dengan melakukan kejahatan dan hasilnya untuk membeli.
Tak heran, jika pada Jumat 22 Desember 2019 lalu, Sat Resnarkoba Polres Jombang menangkap para pelaku penyalahgunaan Narkoba yang sekaligus merupakan gembong Curanmor (Pencurian sepeda motor). Pengakuan para pelaku, hasil dari kejahatannya untuk membeli barang haram.
Selain mencoba-coba, mereka juga memanfaatkan sebagai lahan pekerjaan/ bisnis. Sebab, dibandingkan pekerjaan lainnya, bisnis Narkoba keuntungannya cukup besar dan instan. “Untungnya besar bisa dua kali lipat” kata Mukid beberapa hari lalu.
Lalu, apakah maraknya peredaran Narkoba ini berkesinambungan dengan dunia modern saat ini?. Menurut saya, sangat sekali berkaitan. Era Globalisasi yang saat ini, teknologi serba canggih dan merubah budaya/pola hidup masyarakat Indonesia, khusunya para anak-anak muda.
Gaya hidup berubah menjadi “Sok Gaul” dengan mengikuti budaya kebarat-baratan. Mengkonsumsi Narkoba dianggap sebagai hal “Wajar” tanpa berfikir jauh dampak dan akibatnya. Bahkan, karena terbawa teman, merasa tidak “Maching” kalau belum “Ngoplo”. Pergaulan pun dilakukan secara bebas, dan mengabaikan hukum agama serta hukum negara yang berlaku. Jika sudah begitu, Negara ini akan rusak dan kehabisan generasi yang cerdas.
Polisi, sebagai aparat penegak hukum tentunya tidak bisa sendiri dalam mencegah dan memberantas Narkoba. Butuh peran dan kerjasama dengan semua pihak dalam pemberantasan Narkoba.
Peranan keluarga, terutama orangtua, sangat penting dalam membentengi anak-anaknya agat tidak terjerumus narkoba. Benteng itu diantaranya dengan memberikan pengarahan untuk memilih pergaulan yang baik dan akfit di kegiatan-kegiatan yang relegius. (*)
*Penulis: Zainul Arifin