Mediasi PT Matahari vs PT Sekar Pamenang Deadlock, Perkara Berlanjut ke Pokok Sengketa

Kediri, Jurnal Jatim  – Sidang lanjutan perkara perdata Nomor 156 antara PT Matahari Sedjakti Sedjahtera melawan PT Sekar Pamenang kembali digelar di Pengadilan Negeri Kediri, Rabu (17/12/2025), dengan agenda mediasi.

Namun, upaya damai tersebut dinyatakan gagal (deadlock) setelah berlangsung lebih dari dua jam.

Kuasa hukum tergugat, Bagus Wibowo, didampingi Rini Setyowati, menyatakan bahwa mediator menyimpulkan tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak. Dengan demikian, perkara akan dilanjutkan ke tahap pemeriksaan pokok perkara, meski peluang perdamaian di luar persidangan masih terbuka.

Bagus menjelaskan bahwa pihak tergugat telah menyampaikan sejumlah masukan, termasuk terkait nilai investasi yang telah dikeluarkan kliennya.

Apabila kerja sama diakhiri, PT Sekar Pamenang meminta agar investasi yang sudah dikeluarkan dikembalikan. Ia juga menolak tuntutan penggugat senilai lebih dari Rp2 miliar karena dinilai tidak sesuai perhitungan.

Terkait fasilitas umum (fasum), pihak tergugat mengklaim telah mengerjakan seluruh kewajibannya. Permintaan agar fasum yang sudah dibangun dibongkar dinilai tidak masuk akal.

Sementara itu, kuasa hukum penggugat Imam Mohklas, didampingi Direktur PT PT Matahari Sedjakti Sedjahtera, Samsul, menyampaikan bahwa mediasi kali ini dilakukan secara maksimal, termasuk melalui mekanisme kaukus yang melibatkan prinsipal para pihak. Namun, perbedaan prinsip mendasar membuat mediasi berakhir tanpa kesepakatan.

Direktur PT Matahari Sedjakti Sedjahtera menegaskan bahwa akar persoalan terletak pada ketidaksesuaian pembangunan dengan Perizinan Bangunan Gedung (PBG). Hal tersebut tidak sesuai dengan reputasi dari PT Sekar Pamenang yang telah memiliki atau mengembangkan perumahan Sekar Pamemang Regency, Sururi Estate, Hermawan Vilage, De Waluyo dan Pagu Hasanah.

Menurutnya, PT Sekar Pamenang tetap menggunakan site plan lama, padahal dalam perjanjian dan brosur pemasaran disebutkan bahwa pembangunan mengacu pada PBG.

Ia menyebutkan bahwa persoalan tersebut juga telah dimediasi sebelumnya dengan pihak Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim), yang secara lisan menyatakan bahwa pembangunan harus mengikuti PBG sebagai izin terakhir.

Ketidaksediaan tergugat untuk mematuhi PBG inilah yang menjadi alasan utama kegagalan mediasi.

Penggugat juga menyoroti potensi persoalan hukum lanjutan, termasuk kemungkinan unsur pidana, mengingat pengelolaan fasum dan fasos merupakan kewenangan pemerintah.

Selain itu, dana hasil penjualan unit perumahan yang disebut mencapai sekitar Rp7 miliar dinilai lebih dari cukup untuk memenuhi kewajiban pembangunan sesuai izin.

Dengan deadlock-nya mediasi, perkara ini dipastikan memasuki babak baru dalam proses persidangan, dengan agenda pemeriksaan pokok perkara oleh majelis hakim.

Dapatkan update berita menarik hanya di Jurnaljatim.com, jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news instagram serta twitter Jurnaljatim.com