Kediri, Jurnal Jatim – Penambang pasir tradisional di sungai brantas Kota Kediri menjadi sorotan. Terlebih setelah dikabarkan tak sedap, setor upeti kepada oknum aparat kepolisian.
Namun kabar itu dibantah tegas oleh para penambang pasir. Mereka mengaku tidak pernah memberikan uang kepada aparat.
Selain membantah, mereka juga bercerita tentang perjuangan selama ini mencari pasir di derasnya aliran sungai Brantas, Kediri.
Seperti dikisahkan penambang pasir manual, Marlan. Menurutnya, para penambang pasir tradisional di aliran sungai brantas tepat di belakang Masjid Semampir Kota Kediri menggunakan alat songkro atau badutan.
Mereka harus menyelam untuk mendapat pasir dari dasar sungai yang terbawa arus. Tak hanya itu, mereka juga harus melawan arus sungai demi mengumpulkan pasir yang dinaikkan ke atas perahu.
“Kita kasihan, warga di sini juga gak ada yang dirugikan, justru adanya penambang manual bisa membantu lingkungan menjadi bersih menjadikan Asri,” katanya.
Karena, kata Marlan, jika sungai brantas banyak sampah seperti panpers dan sampah lainnya, makan akan diambil dan dinaikan ke atas perahu untuk dibawa ke pinggir.
“Tidak benar bahwa kami menyetor sejumlah uang (ke kepolisian), dan saya tegaskan lagi bahwa itu tidak ada,” tegasnya.
Zainal Arifin (56), warga RT 14 Kelurahan Semampir Kota Kediri menambahkan jika aktivitas penambangan pasir tradisional itu sudah berlangsung sejak lama, dan turun temurun.
Adapun pasir yang mereka dapat di sungai akan dijual lagi kepada pengepul. “Pekerja ini sudah turun temurun dan untuk mencari makan di sini,” tambahnya.
Ia menyebut bahwa warga biasa yang memanfaatkan pasir dari Sungai Brantas. Jadi, bukan tambang skala besar yang bisa merusak lingkungan.
“Adanya penambang tradisional ini, malah membuat warga sekitar beruntung karena pedagang-pedagang di sini laku semua bisa membantu ekonomi dan menambah lapangan pekerjaan,” ucapnya.
Dapatkan update berita menarik hanya di Jurnaljatim.com, Jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news instagram serta twitter Jurnaljatim.com