Kasus Stunting Surabaya Turun Signifikan, Begini Pola Pencegahan dan Penanganannya

Surabaya, Jurnal  – Surabaya membeberkan pola pencegahan dan penanganan yang diklaim turun signifikan menjadi 279 kasus hingga akhir 2023.

Kepala Tim Kerja Keluarga dan Gizi Masyarakat Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Sri Lestari menyebut jika penanganannya dilakukan mulai dari hulu ke hilir.

“Kita sudah mengintervensi stunting dari hulu ke hilir. Jadi dari sudah kita intervensi, kita berikan TTD (Tablet Tambah Darah), salah satu intervensi mencegah stunting,” kata Sri Lestari, Selasa (13/2/2024).

Pemberian intervensi TTD, ketika remaja itu menjadi calon pengantin (catin), gizinya sudah membaik. Bahkan, intervensi dan pendampingan yang dilakukan pemkot akan semakin masif ketika remaja tersebut menjadi calon pengantin.

“Jadi mulai remaja kita perbaiki (gizinya), kita berikan TTD. Kemudian lanjut saat menjadi calon pengantin, itu sudah betul-betul kita dampingi, kita berikan juga intervensi MMS (Multiple Micronutrient Supplement),” ujar dia.

Untuk memastikan kesehatan setiap calon pengantin, Dinkes melalui juga melakukan pemeriksaan rutin kepada pasangan catin.

Menurutnya, pemeriksaan tidak hanya dilakukan dari segi kesehatan calon pengantin, tetapi juga status gizi KEK (Kekurangan Energi Kronis).

“Jadi, kita harapkan di catin selama 3 bulan sebelum dia , itu betul-betul dipersiapkan kondisi tubuhnya sehat,” ujarnya.

Intervensi yang diberikan pemkot dalam mencegah stunting, rupanya tak berhenti di sana. Namun, intervensi itu kemudian dilanjutkan ketika seorang perempuan memasuki masa kehamilan. Salah satunya melalui Pemberian Tambahan (PMT) bagi ibu hamil yang mengalami KEK.

“Sehingga pada saat dia mengandung, itu dalam keadaan sehat. Sehingga anaknya nanti jauh dari rawan stunting, kita harapkan seperti itu,” katanya.

Menurut dia, seorang balita masuk kategori rawan stunting, sebenarnya sudah bisa dilihat sejak baru lahir. Ia menyebut, apabila berat badan balita kurang dari 2,5 kilogram atau tinggi kurang dari 48 sentimeter, maka balita itu masuk kategori berpotensi rawan stunting.

“Jadi dari sejak balita sudah bisa dilihat apakah dia akan menjadi stunting, rawan stunting atau tidak. Jadi kita memandangnya dari hulu, dari awal,” ujarnya.

Kemudian, ketika ditemukan kasus seperti itu, maka akan fokus terhadap perbaikan gizi balita tersebut melalui Pemberian Makanan Tambahan. Lebih dari itu, pemkot juga memberikan intervensi untuk kesiapan orang tuanya melalui Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH).

Data Pemkot Surabaya mencatat, pada tahun 2021, prevalensi balita stunting di Kota Pahlawan mencapai 6.722 kasus. Jumlah tersebut, turun pada awal tahun 2023 menjadi 923 kasus. Sementara hingga akhir tahun 2023, prevalensi stunting di Kota Pahlawan turun menjadi 279 kasus.

Pola pencegahan dan penanganan yang dilakukan secara holistik oleh pemkot, membuat sejumlah wilayah kelurahan di Surabaya zero balita stunting. Seperti di antaranya, wilayah Kelurahan Nginden Jangkungan, Kecamatan Sukolilo, Surabaya.

Dapatkan update berita menarik hanya di Jurnaljatim.com, Jangan lupa follow di jurnaljatim.com dgoogle news instagram serta twitter Jurnaljatim.com