Jombang, Jurnal Jatim – Petilasan Dhamarwulan masih menyimpan banyak misteri. Beragam cerita mengalir begitu saja, kebanyakan seputar klaim atas dongeng dan cerita rakyat. Tapi dibalik semua itu, ada pelajaran kearifan lokal ini.
Siang itu, di sebuah desa bernama Sudimoro, kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur tampak dari kejauhan bangunan dengan konstruksi ala arsitektur kerajaan Majapahit.
Bangunan itu persis di sebelah barat dari jalan lintas kecamatan Megaluh-Ploso. Sawah mengelilingi bangunan tersebut.
Sesaat, ketika bertanya pada warga sekitar yang bernama Mbah Sokib, mengatakan bahwa lokasi tersebut adalah petilasan Dhamarwulan atau Prabu Brawijaya I.
“Petilasan Dhamarwulan mas, ada apa?,” kata Sokib saat Jurnaljatim bertanya, Minggu (12/9/2022) pekan lalu.
Lantas, Sokib mengajak berbincang. Dari percakapan Mbah Sokib mengaku bagian dari warga yang peduli dengan petilasan itu. Bahkan ia bersama juru kunci petilasan Ponijan belakangan mulai melakukan upaya perawatan terhadap situs bersejarah itu.
“Saya terpanggil untuk merawat petilasan, pesan mbah saya, jika ada yang rusak perbaiki, tapi kalau sudah baik gak perlu digandoli,” kata pria berusia lanjut tersebut.
Sokib bilang, petilasan lebih berarti tapak tilas atau mengingat kembali. Kalau di petilasan Dhamarwulan tidak ada kuburan, hanya dahulu tempat ini (petilasan) pernah menjadi tempat tinggal dan bermain sosok Dhamarwulan.
“Tidak ada makam, tempat yang pernah dahulu Dhamarwulan tinggal, kalau kuburannya gak ada, mungkin musnah kalau lihat tradisi orang Hindu dulu,” bilangnya yang saat dikunjungi Kapolsek Megaluh Iptu Wawan Purwoko siang itu.
Belum ada literatur atau sumber pasti untuk menggambarkan sosok Dhamarwulan. Namun beberapa info yang berkembang, Dhamarwulan lahir di Desa Mojogulung, sekarang berubah menjadi Desa Karangmojo, masuk wilayah Kecamatan Plandaan.
Desa tersebut sebelumnya merupakan Desa tempat bersemedi ayahanda Dhamarwulan yakni Maha Resi Maudoro.
“Dari cerita buyut-buyut saya dulu, Dhamarwulan lahirnya di Desa Mojogulung, yang sekarang jadi Desa Karangmojo, Kecamatan Plandaan,” kata juru kunci petilasan, Ponijan.
Sementara itu, di website Desa Mojokrapak, menyebutkan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Misbar KH Husein Ilyas dalam pengajian rutin di kediamannya di Karangnongko, Desa Mojoranu, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto pernah bercerita.
Prabu Dhamarwulan, lahir di Paluombo, sebuah daerah yang berada di sisi timur Dusun Paritan, Desa Sudimoro, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang.
Keseharian Prabu Damar Wulan di masa kecil hingga dewasa, adalah mencari rumput sebagai makanan kuda di sebuah kawasan yang kemudian dikenal dengan nama Dusun Paritan.
Kemudian, Damar Wulan dipercaya menjadi tukang pencari rumput untuk makanan kuda milik Patih Loh Gender dari Kerajaan Majapahit.
Dikatakan Kiai Husen dalam video itu, selain memiliki kepandaian, sosok Damarwulan merupakan pria rupawan. Bahkan saking tampannya, ia dinamakan Damar (lampu) dan Wulan (bulan).
“Dinamakan Damar Wulan itu karena saking tampannya,” begitu tutur Kiai Husen.
Karena beberapa hal, ketika beranjak anak-anak, Dhamarwulan beserta keluarga diboyong ayah dan ibunya yakni Maha Resi Maudoro dan Palupi.
“Setelah berumur cukup diajak dan menetap di desa ini, lokasinya ya yang sekarang jadi petilasan itu,” kata Ponijan menunjukkan lokasi kolam.
“Di sini diterima sama Ki Paluombo, petapa lain yang juga mendidiknya hingga beranjak remaja, rumahnya ya di padepokan yang ada kolamnya itu,” sambungnya.
Dalam pendidikan Resi Paluombo, Dhamarwulan dibekali berbagai macam keterampilan baik bercocok tanam, tata krama kerajaan hingga ilmu kanuragan, untuk dipersiapkan kembali ke Kerajaan Majapahit.
Bahkan menurut Mbah Jan, sapaan akrab Ponijan, bukti salah satu lokasi latihan keterampilan Dhamarwulan masih bisa disaksikan hingga kini. Yakni di Dusun Paritan terletak di sebelah barat petilasan itu.
“Paritan itu kan berasal dari kata arit, atau ngarit. Artinya, dulu disitulah diyakini jadi tempat Dhamarwulan ngarit( Mencari Rumput) untuk kuda yang ia punya,” kata Ponijan.
Hingga dirasa cukup umur dan kesaktian mencukupi, resi Paluombo pun akhirnya memperbolehkan Dhamarwulan pergi ke Majapahit.
Di waktu bersamaan, di Mojopahit sedang berlangsung sayembara yang diadakan oleh Ratu Kencanawungu. Ratu Kencanawungu kala itu yang merasa terusik ulah kurang ajar Raja Blambangan Minak Jinggo.
Meski dalam beberapa cerita lain, disebutkan pula jika sebelum mengikuti sayembara sang Ratu. Dhamarwulan harus menghadapi berbagai rintangan dari kedua anak patih Logender. Pamannya sendiri yang saat itu menjabat di Majapahit dan tempatnya dititipkan.
“Tapi yang jelas, bisanya Dhamarwulan menjadi raja adalah setelah mengalahkan Minak Jingga Raja Blambangan itu,” ujarnya.
Dapatkan update berita menarik hanya di Jurnaljatim.com, jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news instagram serta twitter Jurnaljatim.com