Surabaya, Jurnal Jatim– Kementerian Agama (Kemenag) telah mencabut izin operasional Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, di Jalan Raya Jombang-Babat, Desa Losari, Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur.
Menurut Kepala Bidang Pendidikan Diniyah Pondok Pesantren Mohammad As’adul Anam pencabutan izin pesantren itu sudah melalui tahap pembahasan uji yang mendalam.
“Kasus ini sudah melalui proses uji yang panjang. Penetapan tersangka ini juga sudah melalui uji materiil. Jadi kasus ini sudah diuji dan teruji dalam persidangan,” ujar As’adul Anam saat konferensi pers di Kanwil Kemenag Jawa Timur, Jumat (8/7/2022) lalu.
Anam menjelaskan terdapat rukun dan ruhul yang menjadi dasar keberlangsungan pesantren. Diantara rukun pesantren adalah adanya unsur kiai/pengasuh, santri mukim, pondok asrama, masjid/musala, kitab kuning atau dirasat islamiyah.
“Jadi, lima unsur-unsur itu yang menjadikan sebuah lembaga dapat disebut sebagai pesantren. Apabila salah satu dari lima unsur itu tidak ada, maka belum disebut pesantren, menurut undang-undang. Inilah yang disebut Arkanul Mahad,” ujarnya.
Adapun ruhul pesantren terdiri dari tujuh hal. Yaitu NKRI dan nasionalisme, keilmuan, keikhlasan, kesederhanaan, ukhuwah persaudaraan, kemandirian, dan kemaslahatan/keseimbangan. Semua itu, disebut Anam, harus terpenuhi oleh sebuah pesantren.
Anam menegaskan bahwa salah satu penyebab dari pencabutan izin operasional Pesantren Shiddiqiyah Jombang adalah tidak terpenuhinya kemaslahatan.
Menurut ia, pencabutan izin operasional itu tidak serta merta menghentikan proses belajar mengajar secara keseluruhan pada hari ini.
Kemenag mengamankan hak-hak santri yang belajar di sana, kemudian memetakan keinginan santri melanjutkan pendidikan ke pesantren lain sesuai dengan keinginannya.
“Kami melindungi hak santri untuk mendapatkan layanan pendidikan. Saat ini santri sebagian ada yang masih berada di ponpes, ada yang sudah pulang dan sebagian sudah dipindahkan oleh orang tuanya ke pesantren yang lain,” tandasnya.
Terkait dengan dana operasional, terang Anam pihaknya akan langsung mencabut dana operasional yang masuk pada ponpes tersebut.
Ia melanjutkan, jikalau pihak Ponpes ingin mengurus kembali izin operasional pondok, maka perlu menunggu dua tahun berikutnya hingga Ponpes Shiddiqiyah mampu memenuhi rukun dan ruhul dari pesantren.
Sebelumnya, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono mengatakan nomor statistik dan tanda daftar pesantren Shiddiqiyyah Jombang telah dibekukan.
“Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” tegas Waryono di Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Tindakan tegas diambil karena salah satu pemimpinnya berinisial MSAT merupakan DPO kepolisian dalam kasus pencabulan dan perundungan terhadap santri. Pihak pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan.
Waryono mengatakan, pencabulan bukan hanya tindakan kriminal yang melanggar hukum, tetapi juga perilaku yang dilarang ajaran agama.
“Kemenag mendukung penuh langkah hukum yang telah diambil pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut,” kata dia tegas.
Ia mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kemenag Jawa Timur, Kankemenag Jombang, serta pihak-pihak terkait untuk memastikan para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya.
“Yang tidak kalah penting agar para orang tua santri ataupun keluarganya dapat memahami keputusan yang diambil dan membantu pihak Kemenag. Jangan khawatir, Kemenag akan bersinergi dengan pesantren dan madrasah di lingkup Kemenag untuk kelanjutan pendidikan para santri,” ujarnya.
Dapatkan update berita menarik hanya di Jurnaljatim.com, jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news instagram serta twitter Jurnaljatim.com.