Jombang, Jurnal Jatim – Pedagang yang menghuni ruko simpang tiga Jombang, Jawa Timur merasa dirugikan ketika diminta untuk membayar lagi ruko yang mereka tempati selama ini.
Mereka diminta membayar lagi kepada pemerintah setempat setelah masa Hak Guna Bangunan (HGB) habis sejak 2016 lalu berdasarkan dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Nggeh dirugikan, sangat dirugikan,” kata Tomi Iswanto, salah satu pedagang areal pertokoan simpang tiga, Rabu (15/6/2022).
Kala itu, disebut Tomi, dirinya membeli HGB dari pihak kedua. Nah, harusnya, pihak kedua itulah yang ditagih untuk melakukan pembayaran perpanjangan dan bukan dirinya.
“Dulu itu HGB saya sudah beli kok disuruh bayar sewa. Kan seharusnya yang ditagih itu orang yang lama, saya dirugikan,” kata pria berusia 46 tahun itu.
Pemerintah harusnya juga bijak menyikapi, begitupun juga pihak kedua harusnya bertanggungjawab. Sehingga pedagang di ruko simpang tiga Jombang tidak dirugikan.
“Kan saya beli HGB pak. Disuruh bayar, ya tentu sangat dirugikan sekali,” kata Tomi mengulang.
Informasi yang didapat, pertokoan simpang tiga di Jalan Abdurrahman Wahid Jombang dibangun 1996 silam. Proses pembangunan dikerjakan oleh pihak kedua yakni PT Suryatamanusa Karya, berkedudukan di Jalan Wijaya Kusuma nomor 5, Jember.
Pembangunan itu tertuang dalam perjanjian kerja sama antara pemerintah kabupaten Jombang dengan PT Suryatamanusa Karya tentang kontrak bagi tempat usaha pembangunan kompleks pertokoan. Sebagaimana dibaca dalam perjanjian kerja sama itu, status HGB selama 20 tahun.
Polemik aset pemkab Jombang itu mencuat ketika HGB habis 2016 lalu dan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK ada tunggakan Rp5 miliar. Karena terus berpolemik, DPRD Jombang membentuk pansus penyelamat aset.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Digdarin) Kabupaten Jombang Hari Oetomo mengatakan temuan BPK sebesar Rp5 miliar itu sejak 2016 sampai 2021.
“Yang sudah bayar ada 39 ruko masing-masing Rp5 juta dengan total masuk kas daerah 195 juta. Di sana ada 56 ruko,” kata Hari Oetomo usai dengar pendapat dengan pansus DPRD Jombang, Rabu (8/6/2022) lalu.
Hari menyebut, tunggakan yang harus dibayar para penyewa nilainya bervariasi sesuai dengan luas ruko.
“Apparsial 2015 itu nilai sewanya masing-masing, kisaran setahun ada Rp17 juta, Rp20 juta dan ada yang Rp 23 juta per tahun dikalikan lima tahun,” ujarnya.
Ketua Pansus DPRD Jombang, Mas’ud Zuremi menegaskan, pansus berdiri di tengah mencari solusi yang terbaik agar tidak ada yang dirugikan.
“Terlebih lagi masalah ini sudah terlalu berlarut-larut dan sudah menjadi temuan dari BPK,” katanya, Rabu (08/6/2022).
Mas’ud mengungkapkan, setelah pertemuan dengan pihak pemerintah, akan ada proses lagi pertemuan dengan penghuni ruko. Pihaknya memfasilitasi apa yang menjadi temuan BPK itu.
“Kami berencana melakukan pemanggilan ke penghuni ruko pada 23 Juni mendatang. Kemudian penghuni ruko kita pertemukan dengan pemkab pada 4 Juli. Apabila ini terus dibiarkan akan tetap menjadi temuan BPK dan tunggakan akan semakin besar,” kata Mas’ud Zuremi.
Dapatkan update berita menarik lainnya hanya di Jurnaljatim.com, jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news instagram serta twitter Jurnaljatim.com.