Jombang, Jurnal Jatim – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Jombang, Jawa Timur menggelar aksi solidaritas menyikapi kekerasan yang dialami Nurhadi, jurnalis Tempo saat menjalankan tugas jurnalistik di Surabaya, pada Sabtu (27/3/2021).
Puluhan insan pers tersebut demonstrasi di depan sekretariat PWI Jombang, Jalan Wahid Hasyim dengan mendapatkan pengawalan dari kepolisian setempat, Senin siang (29/3/2021).
“Kawan-kawan semuanya, kemarin salah satu kawan kita, Nurhadi, Jurnalis Tempo mengalami kekerasan saat menjalankan tugas Jurnalistik di Surabaya. Ini tidak boleh dibiarkan, dan harus di usut tuntas,” ucap salah satu wartawan dalam orasinya, Yusuf Wibisono.
Rencana awal, demonstrasi itu digelar di Mapolres Jombang. Wartawan juga akan menyerahkan tuntutan ke Kapolres Jombang AKBP Agung Setyo Nugroho.
Namun pada saat bersamaan, Kasat Intelkam Polres Jombang AKP Novi Herdianto mendatangi kantor PWI Jombang dan melarang wartawan berunjukrasa ke Polres. Berbagai alasan disampaikan, salah satunya alasan kondusifitas.
“Kita melakukan aksi di depan PWI, karena tadi mau melakukan di depan Polres, ternyata ada imbauan dari Polres, kita dilarang melakukan aksi di depan Polres,” kata Ketua PWI Jombang Sutono.
Wartawan dilindungi undang-undang
Pantauan JurnalJatim.com, satu persatu wartawan melakukan orasi secara bergantian. Sementara lainnya membentangkan sejumlah poster yang berisi tuntutan. Di antaranya, tolak kekerasan pers, usut tuntas kekerasan terhadap wartawan, kami pewarta bukan pembawa petaka.
Sutono, mengungkapkan aksi dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap Nurhadi, koresponden Tempo yang diduga mengalami penganiayaan oleh oknum Polri dan TNI saat melakukan reportase terkait Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji dalam kasus suap pajak yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami mengingatkan kepada semua pihak bahwa profesi wartawan dilindungi undang-undang. Kekerasan terhadap wartawan adalah bentuk penghancuran demokrasi. Karena wartawan merupakan pilar demokrasi,” kata Sutono.
Lebih lanjut Sutono mengatakan apa yang dilakukan oknum TNI dan Polri terhadap Nurhadi termasuk kegiatan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik dan melanggar Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Dia menegaskan, PWI Jombang mengecam aksi kekerasan yang melanggar hukum tersebut.
“Menyesalkan dan sangat mengutuk kejadian kekerasan yang dialami Nurhadi dalam menjalankan tugas Jurnalistik,” kata salah satu wartawan cetak tersebut.
Desak polisi usut pelaku kekerasan
Sutono menambahkan, kejadian kekerasan yang dialami Nurhadi adalah bentuk ancaman terhadap hal-hal lebih prinsip dalam kehidupan pers nasional, yakni ancaman terhadap kebebasan dan kemerdekaan pers yang diperjuangkan dengan perngorbanan besar dan mesti dilindungi Negara Indonesia sebagai Negara Demokrasi.
Untuk itu, dirinya meminta aparat penegak hukum secara profesional menangani kasus tersebut dan membawa pelakunya ke peradilan untuk mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Terlebih sebagian pelakunya adalah aparat penegak hukum.
“Polisi harus mengusut tuntas terhadap kasus ini. Ingat ya, sampai tuntas. Artinya yang salah harus dihukum sesuai undang-undang yang berlaku,” ujar Sutono.
Dia meminta kepada para wartawan dan pengelola media massa tetap mengedepankan langkah dan proses hukum serta mengawal proses hukum serta mengawal kasus tersebut hingga tuntas.
“Pers nasional, khususnya pers di Jombang tidak surut dan tidak takut menjalankan fungsinya sebagai kekuatan sosial kontrol, khususnya terhadap kasus korupsi, perilaku pihak-pihak yang gandrung terhadap kekerasan, dan lainnya. Dengan tetap memperhatikan undang undang nomor 40 tahun 2009 tentang pers, kode etik jurnalistik dan regulasi lain yang sah,” tandasnya.
Nurhadi mengalami kekerasan pada Sabtu 27 Maret 2021 saat menjalanlam tugas dari redaksi Majalah Tempo untuk mengonfirmasi mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji.
Meski Nurhadi sudah membeberkan status dan maksud kedatangannya para pelaku tetap merampas telepon genggam Nurhadi dan memaksa untuk memeriksa isinya. Nurhadi juga ditampar, dipiting dan dipukul dibeberapa bagiab tubuhnya, untuk tidak melaporkan hasil reportasenya.
Editor: Hafid