Jombang, Jurnal Jatim – Jumlah kasus perceraian di Kabupaten Jombang, Jawa Timur cukup tinggi pada masa pandemi COVID-19. Mayoritas pihak perempuan yang mengajukan cerai kepada suami alias cerai gugat.
Penyebab perceraian tersebut beragam, namun yang mendominasi karena kurangnya nafkah lantaran penghasilan menurun di masa pandemi COVID-19.
Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Jombang mencatat, angka perceraian pada tahun 2019 lalu sebanyak 2897 kasus terdiri dari cerai gugat sebanyak 2.168 kasus dan cerai talak sebanyak 729 kasus.
Sementara pada tahun 2020, angka perceraian tercatat sebanyak 3046 kasus. Dari angka itu, terjadi kenaikan sekitar 20 persen dibanding tahun sebelumnya.
“Dibandingkan pada tahun 2019, angka perceraian yang terjadi pada tahun 2020 naik 20 persen. Dan ini cukup signifikan,” kata Juru Bicara PA Jombang, Mohammad Amir Syarifudin, Senin (25/1/2021).
Secara alami angka perceraian memang mengalami peningkatan, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Angka peningkatan perceraian itu, kata Amir, bukan hanya terjadi di Kabupaten Jombang, namun juga terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
“Nah kebetulan, pas pandemi ini juga mengiringi. Sehingga di samping yang secara alami tadi yang memicu peningkatan jumlah perkara, dari pandemi ini juga ada peningkatan yang signifikan,” katanya.
Amir mengatakan, dari angka 3046 kasus perceraian di tahun 2020 itu, sebanyak 2314 kasus perceraian yang diajukan oleh perempuan atau cerai gugat, sedangkan 732 cerai talak.
“Yang paling banyak itu cerai gugat yang diajukan oleh perempuan,” Amir menjelaskan.
Rata-rata perceraian tersebut karena persoalan kurangnya nafkah yang disebabkan kurangnya pendapatan per kapita warga. Berikutnya yakni perilaku atau perselingkuhan.
Selain itu, penyebab perceraian karena masalah kurangnya tanggung jawab dari salah satu pasangan baik laki-laki maupun perempuan.
“Salah satunya pandemi ini membuat income per capita masyarakat menurun. Income (pendapatan) mereka yang sebelumnya sudah ada itu kan sudah terhapus, karena rata-rata orang bukan Pegawai Negeri Sipil,” katanya.
Amir menyebut, secara umum penggugat usia produktif, 40 tahun ke bawah. Mereka yang mengajukan perceraian itu juga karena melakukan perkawinan di bawah umur dari batasan usia 19 tahun yang ditetapkan pemerintah.
Artinya, mereka melakukan perkawinan dengan pengajuan dispensasi. Nah, karena belum siap secara materi dan psikologi, akhirnya terjadi perceraian.
Editor: Azriel