Jombang, Jurnal Jatim – Kapolres Jombang, Jawa Timur, AKBP Moh Nurhidayat mengimbau tersangka kasus dugaan pencabulan dan pemerkosaan di salah satu pondok pesantren Jombang inisial MSA (39), kooperatif menjalani proses hukum yang sedang berjalan.
Polda Jawa Timur sebelumnya juga telah memasukkan tersangka MSA ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Polisi mengancam akan melakukan penjemputan paksa apabila MSA tak kunjung kooperatif dalam menghadapi proses hukum yang sudah berjalan.
“Kami imbau kepada instansi atau lembaga terkait untuk kooperatif. Kooperatif di sini proses hukum sudah berlaku tentunya ada mekanisme hukum yang harus dijalani, tidak melibatkan massa yang akhirnya menggaggu ketertiban lingkungan sekitar,” kata Nurhidayat kepada wartawan di Mapolres Jombang, Selasa (18/1/2022).
Sebelum penetapan status DPO dan upaya jemput paksa, polisi dari Ditreskrimum Polda Jatim memberikan surat pemanggilan terhadap tersangka. Sebab, berkas perkara tahap 1 tersangka, sudah dinyatakan lengkap P21 oleh Kejati Jatim.
Polisi berupaya melimpahkan tersangka dan alat bukti pada tahap 2 untuk segera disidangkan. Namun, saat mengantar surat pemanggilan kepada tersangka di pesantren tempat tinggal MSA, Ploso, Kabupaten Jombang, diadang ratusan simpatisan, pada Kamis (13/1/2022)
Memang, dalam beberapa hari terakhir, pesantren tempat tinggal MSA di Ploso, Kabupaten Jombang, di bagian depan tampak dijaga ratusan orang.
Nurhidayat mengaku masih menunggu arahan dari Polda Jawa Timur. Sebab, penanganan kasus pencabulan yang menjerat putra kiai di Jombang tersebut, sepenuhnya menjadi kewenangan Polda Jatim.
Seiring dengan keluarnya status DPO, tidak menutup upaya pemanggilan paksa kepada MSA. Nurhidayat menyebut itu kewenangan dari Polda Jatim dan sampai sekarang, Polres Jombang belum ada permintaan (pengerahan pasukan).
“Terkait proses bilamana nanti ada upaya paksa, sudah kami komunikasikan juga dengan lembaga terkait bahwa menghalangi-halangi petugas menjalankan undang undang itu bisa kena pasal 216 KUHP, kemudian berupaya menyembunyikan atau memberi pertolongan tentunya juga ada konsekuensi hukim, pasal 221 KUHP. Dan tegas saya sampaikan kepada para pihak,” tegas dia.
Pada sebelumnya, Kuasa hukum MSA, Deni Hariyatna, menyayangkan polisi menetapkan MSA sebagai DPO kasus dugaan pencabulan.
Deni menyebut, pada saat polisi datang mengirimkan surat panggilan, MSA sedang berada di rumahnya. Namun saat itu polisi enggan masuk ke rumah dengan alasan takut mengganggu.
“Apapun situasi apalagi situasi dalam proses hukum tentunya harus didasarkan oleh fakta begitu, tidak bisa oleh kesimpulan sendiri,” kata Deni kepada sejumlah wartawan, Jumat (14/1/2022) malam.
Deni menyayangkan polisi yang diduga membuat kesimpulan sendiri yang menyebutkan MSA tidak ada di rumah hingga setelah itu muncul penetapan DPO MSA.
“Ada surat DPO saya menyesalkan bahwa itu diambil atas dasar kesimpulan yang salah. Kesalahannya adalah setiap mengambil kebijakan, mengambil keputusan harus didasari oleh fakta. Fakta yang sebesarnya saya mendapati klien saya ada di rumah. Mas Beki (MSA) ada, memang lagi istirahat, dan kami mendapati fakta yang beda, apa yang disimpulkan oleh pihak Polda kemarin,” katanya.
MSAT merupakan anak kiai pengasuh Pesantren Shiddiqiyah, Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. MSA dilaporkan ke polisi pada 29 Oktober 2019 oleh korban yang berinisial NA salah seorang santri perempuan asal Jawa Tengah.
Pada 12 November 2019, Polres Jombang mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan. MSA dikenakan dengan pasal berlapis yakni tentang pemerkosaan dan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur atau pasal 285 dan 294 KUHP.
Kemudian, Januari 2020 Polda Jatim mengambil alih kasus itu. Namun MSA beberapa kali mangkir saat diminta datang untuk diperiksa. Polisi bahkan gagal menemui MSA saat akan diperiksa di lingkungan pesantren tempat tinggalnya.
Kemudian, MSA mempraperadilankan Kepolisian Daerah Jawa Timur atas penetapannya sebagai tersangka dugaan pencabulan terhadap salah satu santriwati di sana. Gugatan praperadilan yang terdaftar dalam nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby tertanggal 23 November 2021 di Pengadilan Negeri Surabaya itu ditolak oleh majelis hakim.
MSA kembali mengajukan upaya hukum praperadilan di pengadilan negeri Jombang dengan perkara sah tidaknya penetapan tersangka pada dirinya. Sidang praperadilan itu dijadwalkan akan digelar pada 20 Januari di Kantor PN Jombang, Jalan Wahid Hasyim.
Dapatkan update berita menarik lainnya hanya di Jurnaljatim.com, jangan lupa follow jurnaljatim.com di Google News.
Editor: Azriel