Surabaya, Jurnal Jatim – Program Studi Pendidikan Bahasa Mandarin Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengajari siswa SD Islam Cheng Hoo Surabaya seni lukis tiup Tiongkok sebagai bagian dari program pengabdian kepada masyarakat.
Seni lukis tiup Tiongkok adalah salah satu bentuk seni tradisional yang telah bertahan sejak masa kekaisaran Tiongkok hingga era modern. Seni ini bercirikan gaya abstrak, dengan tema utama berupa pemandangan alam.
Warna dominan yang digunakan hitam dan putih, seringkali dipadukan dengan warna merah atau kuning untuk memberikan sentuhan estetika.
Dalam praktiknya, seni itu menggunakan media sederhana, seperti kertas putih sebagai kanvas, tinta hitam dan merah, serta sedotan untuk menciptakan karya seni yang unik.
Tim yang memberikan pelatihan seni lukis tiup terdiri atas satu dosen lokal Farhan, tiga native speaker dari Tiongkok, Wang Xin, Ren Huiling, dan Hu Yifan, serta seorang mahasiswa Prodi Mandarin Unesa yang turut memberikan pendampingan.
Farhan menjelaskan, pelatihan diawali dengan penjelasan singkat mengenai seni lukis tiup, dilanjutkan dengan praktik melukis. Siswa diminta meneteskan tinta hitam di atas kertas, lalu meniup tinta tersebut hingga membentuk gambar pohon atau tanaman sesuai kreativitas masing-masing.
“Setelahnya, mereka menambahkan warna merah dengan ujung jari untuk menciptakan bunga yang menghiasi pohon tersebut,” kata Farhan.
Menurut Farhan, antusiasme siswa SD Islam Cheng Hoo Surabaya sangat terlihat selama pelatihan itu berlangsung.
Farhan juga menyebut SD Islam Cheng Hoo Surabaya menjadi lokasi istimewa pelatihan seni lukis tiup karena sekolah ini memadukan nilai-nilai Islami dengan budaya Tionghoa. Sekolah itu memiliki sejarah kuat yang terinspirasi dari penyebaran Islam oleh Laksamana Cheng Hoo.
“Dengan siswa yang berasal dari berbagai latar belakang etnis, seperti Tionghoa, Jawa, dan Madura, SD Islam Cheng Hoo menjadi simbol keberagaman budaya yang harmonis,” katanya.
Menurut salah satu guru SD Islam Cheng Hoo menyebut, pelatihan itu memiliki manfaat besar dalam memperkenalkan budaya Tionghoa kepada siswa. Bagi siswa yang memiliki akar budaya Tionghoa, pelatihan tersebut menjadi sarana untuk kembali mengenali dan mencintai warisan leluhur mereka.
“Di sisi lain, siswa dari latar belakang budaya lain mendapatkan kesempatan untuk memahami keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Kegiatan ini bukan hanya sekadar pelatihan seni, tetapi juga menjadi medium untuk mempererat hubungan antarbudaya di kalangan siswa,” kata guru SD Islam Cheng Hoo.
Melalui kegiatan ini, diharapkan muncul kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya Tionghoa sebagai bagian dari kekayaan budaya Nusantara.
Langkah kecil ini dapat menjadi awal yang besar dalam membangun cinta terhadap seni, budaya, dan bahasa Mandarin di kalangan generasi muda. Ke depan, program serupa diharapkan dapat terus dilaksanakan untuk mendorong pembelajaran lintas budaya yang inklusif.
Dapatkan update berita menarik hanya di Jurnaljatim.com, Jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news instagram serta twitter Jurnaljatim.com