Pengentasan Kemiskinan Melalui Optimalisasi Data

Kediri, Jurnal – Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan () akan mengonsolidasikan data kemiskinan sebagai upaya untuk mempercepat pengentasan kemiskinan di termasuk di Jawa Timur.

Melalui rapat koordinasi yang melibatkan 27 kementerian dan lembaga, serta 154 program terkaii, Kepala BP Taskin, Budiman Sudjatmiko, berharap proses integrasi data dapat selesai pada akhir 2024.

Data akan dikelola oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan digunakan untuk memandu kebijakan sosial dan program bantuan mulai 2025.

Inisiatif itu melibatkan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk PT PLN dan PT Pertamina, yang telah menyetor data mereka sejak awal November 2024.

“Dengan data yang lebih akurat dan terintegrasi, pemerintah berharap dapat mengurangi kesalahan sasaran dalam penyaluran bantuan sosial dan meningkatkan efektivitas intervensi,” kata Budiman melalui siaran tertulisnya, Minggu (24/11/2024).

Ia menekankan pentingnya belajar dari negara-negara lain yang telah berhasil dalam pengentasan kemiskinan, seperti China dan Brasil.

Budiman juga menyoroti perlunya pendekatan yang lebih holistik, yang tidak hanya berfokus pada bantuan sosial, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat miskin produktif.

Dengan tingkat kemiskinan ekstrem yang saat ini berada di angka 0,8 persen dan kemiskinan umum di 9 persen, pemerintah berkomitmen menurunkan angka itu secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.

Melalui konsolidasi data itu, diharapkan program pengentasan kemiskinan dapat lebih tepat sasaran dan berkelanjutan.

“Langkah ini menunjukkan tekad kuat pemerintah untuk mengatasi kemiskinan secara menyeluruh, dengan memanfaatkan teknologi dan data sebagai alat utama dalam perumusan kebijakan yang lebih efektif dan efisien,” ujarnya.

Dalam keterangannya disebutkan beberapa fakta dan contoh kasus penerima subsidi pemerintah dan bantuan tunai yang tidak tepat sasaran di Indonesia.

Antara lain subsidi listrik. Sekitar 10,6 juta masyarakat yang tidak berhak menerima subsidi listrik, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,2 triliun per bulan.

Dari 33 juta penerima subsidi listrik, hanya 16,6 juta yang terdaftar sebagai masyarakat miskin. Selain itu, kata Budiman, sebanyak 866.060 penerima subsidi kategori 900 Va telah dunia atau memiliki lebih dari satu saluran listrik

Kemudian subsidi . Sebanyak 86 persen dari konsumsi dinikmati 30 persen orang terkaya di Indonesia. Itu menunjukkan subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kalangan yang tidak membutuhkan.

Berikutnya subsidi Gas 3 Kg. Sekitar 80 persen pengguna tabung adalah masyarakat mampu, yang menunjukkan ketidaktepatan penyaluran subsidi. Pemerintah disarankan untuk mengubah skema penyaluran agar lebih tepat sasaran.

Adapun bantuan tunai yang tidak tepat sasaran antara lain bantuan sosial, bantuan raskin, dan bantuan langsung tunai (BLT).

Menurut riset Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), 49 persen responden menilai bahwa bantuan sosial belum tepat sasaran. 60 persen menyatakan masih ada warga yang berhak tetapi belum mendapat bantuan.

Kasus di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) menunjukkan adanya penerima ganda dalam penyaluran bantuan sosial.

Program Raskin (beras untuk rumah tangga miskin) mengalami ketidaktepatan sasaran. Bantuan diberikan kepada rumah tangga yang tidak miskin. Akibatnya, rumah tangga miskin menerima beras jauh di bawah ketentuan

Bantuan Langsung Tunai, sekitar 20 persen bantuan sosial di Indonesia tidak tepat sasaran, menurut Budiman Sudjatmiko. Hal itu disebabkan data yang tidak terupdate secara rutin dan kurangnya partisipasi dari desa atau kelurahan dalam proses verifikasi.

Dapatkan update menarik hanya di .com, Jangan lupa follow jurnaljatim.com dgoogle news instagram serta twitter .com.