Jombang, Jurnal Jatim – Satuan reserse kriminal Polres Jombang menangkap seorang pimpinan pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur karena terbukti mencabuli serta menyetubuhi enam santriwatinya yang berusia di bawah umur.
Tersangka Subechan (50), warga Dusun Sedati, Desa Kauman, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang. Dia melakukan perbuatan bejatnya di dalam kamar asrama ketika dalam kondisi sepi.
“Tersangka ini pimpinan pondok, telah melakukan tindak pidana pencabulan dan persetubuhan terhadap anak di bawah umur,” kata Kapolres Jombang, AKBP Agung Setyo Nugroho saat rilis di Mapolres setempat, Senin (15/2/2021).
Terungkapnya perbuatan Subechi atas laporan dua orang tua santriwati pondok setempat pada tanggal 8 dan 9 Februari lalu. Saat itu orangtua korban curiga melihat perubahan perilaku anaknya.
Setelah ditanya perihal perubahan itu, korban pun mengaku telah diperlakukan tidak senonoh oleh kiainya. Korban tidak berani melapor lantaran takut.
“Kasus ini masih ada dua pelapor dari orangtuanya. Jadi nanti berkasnya dua. Apabila ada yang melapor lagi, ya kita tindaklanjuti,” katanya.
Agung menerangkan, dari pelaporan itu, unit PPA Satreskrim menyelidiki dan memeriksa sejumlah santriwati yang juga menjadi korban perbuatan asusila tersangka.
“Saat ini (korban) ada 6 orang santriwati yang kami periksa, kemungkinan bisa lebih korbannya. Usia korban rata-rata 16 sampai 17 tahun,” terangnya.
Dalam serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan, ditemukan cukup bukti jika Subchan telah melakukan perbuatan cabul. Pria paruh baya tersebut lalu diamankan dan dijeboskan ke penjara.
Tersangka datangi korban
Menurut Agung, modus operandi yang dilakukan tersangka, yakni mendatangi kamar santriwati pada jam dini hari saat korban sedang tidur. Situasi pondok juga sepi.
“Pelaku melakukan perbuatannya saat, kondisinya sepi tidak ada orang,” jelas mantan Kasubbagrenmin Bagrenmin SSDM Polri tersebut.
Korban yang saat itu tidur, dibangunkan tersangka dengan membelai rambutnya. Setelah itu dibujuk rayu hingga akhirnya terjadilah perbuatan pencabulan dengan cara mencium, memasukkan jari tangan ke kelamin korban dan memaksa korban mengulum kelaminnya.
Bahkan, kata Agung, ada korban yang juga diperkosa oleh tersangka. Kejadian dengan modus seperti itu berulang kali hingga membuat para korban merasa tertekan serta tidak berani melaporkan kepada orangtuanya.
“Selain berbuat cabul, korban juga ada yang disetubuhi. Perbuatan itu sejak dua tahun yang lalu dan motifnya karena nafsu,” jelas pria lulusan Akpol (akademi polisi) tahun 2002 tersebut.
Agung menambahkan, para korban tidak berani melapor karena takut dan menganggap tersangka sebagai orang panutan. Padahal, kondisi korban sangat tertekan.
Hingga saat ini, penyidik masih terus mendalami dan mengembangkan kasus itu serta memberikan pendampingan psikologis korban yang masih trauma. Polisi menduga, korban lebih dari enam orang.
“Korbannnya masih bisa lebih dari itu. Dan ini masih dilakukan pendalaman,” jelas polisi asal Nganjuk, Jawa Timur ini.
Atas perbuatannya, kiai yang sudah memiliki istri dan anak tersebut dijerat pasal berlapis tentang pencabulan dan persetubuhan terhadap anak di bawah umur.
Dijerat pasal 76E jo pasal 82 ayat 1 dan 2 dan pasal 76D jo pasal 81 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Republik Indonesia no 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
“Ancaman hukuman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar, dalam hal ini dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik atau tenaga kependidikan, pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana,” pungkasnya.
Editor: Azriel