PWNU Jatim Larang Hukuman Kebiri Kimia Pelaku Cabul

SURABAYA (.com) – Pengurus Wilayah Nahdlatul (PWNU) melarang kebiri kimia bagi pelaku pencabulan anak. Alasannya, sebuah hukuman harusnya tidak berdampak negatif dikemudian hari.

Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jatim, KH Ahmad Asyhar Shofwan mengatakan, menurut pandangan hukum Islam atau fikih Islam, hukuman pidana kebiri bagi kejahatan seksual dapat dikategorikan sebagai takzir. Namun demikian menurutnya hal itu tidak diperbolehkan atau dilarang.

“Alasannya, takzir harusnya ada tujuan kemaslahatan, dalam hal ini untuk melindungi hak-hak pokok manusia dalam hal ini berketurunan. Ini akibat paling fatal dari kebiri,” ujarnya.

Menurut dia, para ulama mayoritas berpendapat takzir tidak berdampak negatif dikemudian hari. Sementara menurut pendapat kesehatan, kebiri kimiawi berdampak lebih berat dari pada kebiri operasi.

“Karena berdampak pada organ-organ lain yang ikut rusak. Jadi ini merusak kesehatan. Sementara, kalau dilaksanakan tentu dilakukan oleh seorang dokter. Sedangkan dikedokteran sendiri hal ini bertentangan dengan kode etik dokter,” terangnya.

Ia pun bersolusi, agar hukuman dapat membawa efek jera, maka ia menyarankan agar pelaku lebih baik dihukum seberat beratnya seperti hukuman mati, dibandingkan dihukum kebiri kimiawi.

“Lebih baik dihukum mati. Karena pelaku tidak akan mengulangi lagi, wong sudah mati,” tukasnya.

Keputusan itu, selaras dengan sikap (IDI). Para dokter yang nantinya sebagai kepanjangan tangan jaksa ‘eksekutor’, menganggap kebiri bertentangan dengan sumpah dokter.

Dalam beberapa kesempatan, Ketua Majelis Pengembangan Profesi Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MPPK IDI) Pudjo Hartono mengatakan, tugas dan fungsi dokter adalah menyembuhkan orang sakit. Bukan sebaliknya, membuat orang lain menderita. Hal itu sudah menjadi sumpah profesi dokter.

Sebelumnya, sejak 2015 Muhammad Aris terbukti mencabuli sembilan anak gadis yang tersebar di wilayah Mojokerto. Modusnya, sepulang kerja menjadi dia mencari mangsa. Dia membujuk korbannya dengan iming-iming dan membawanya ke tempatnya sepi. Selanjutnya Aris melakukan perbuatan asusila pada korban.

Hingga akhirnya, aksi pelaku terekam CCTV salah satu di Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Kamis (25/10/2018) lalu sekitar pukul 16.30 WIB. Keesokan harinya, Aris dibekuk polisi.

Atas perbuatannya, (PN) Mojokerto menjatuhkan vonis bersalah pada Aris dengan hukuman 12 tahun penjara, dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.

Hukuman itupun dianggap tidak cukup. Hakim lantas memberi hukuman tambahan kebiri kimia. Aris pun mengajukan banding ke PT Jatim. Namun upayanya sia-sia karena hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jatim menguatkan putusan hakim PN Mojokerto. (E-Yoh)


Editor: Hafid