WCC Jombang Sayangkan Penggerebekan Rumah Kos Jam-jaman yang Disertai Kekerasan

Jombang, Jurnal Jatim – Lembaga Women Crisis Center (WCC) Jombang menyayangkan penggerebekan di jam-jaman yang disertai kekerasan.

Hal itu disampaikan dalam pernyataan sikap terhadap penggerebekan anak muda di perumahan d’joglo residence pada Senin (15/1/2024).

Pada penggerebekan kos dengan tarif Rp30 ribu per jam di Perumahan Desa Jogoloyo, itu, warga mengamankan 7 pasangan bukan suami istri.

Lima pasangan dewasa ditangani Satpol PP, kemudian dua pasangan lain adalah dua di bawah umur.

Oleh pihak kepolisian setempat, dua orang ditetapkan sebagai tersangka usai dilakukan serangkaian penyidikan, karena diketahui membawa gadis di bawah umur.

Direktur WCC Jombang, Ana Abdillah mengatakan pada dasarnya menghormati proses hukum yang ada, serta hukum pidana yang diterapkan harus presisi.

“Harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mempertimbangkan kepentingan terbaik anak, baik anak sebagai korban maupun pelaku,” kata Ana dalam pernyataan sikap, tertulis, Rabu, (17/1/2024).

Dalam pernyataan sikap yang dirilis, WCC Jombang memberikan beberapa catatan terkait kasus tersebut.

Pertama, terdapat 2 anak perempuan masih berstatus pelajar sebagai korban, sementara 1 dari 2 pelaku kekerasan merupakan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) sebagai tersangka

Oleh karenanya dibutuhkan pendekatan khusus yang mempertimbangkan kerahasiaan identitas korban maupun pelaku anak dengan tidak menyebarkan foto penggerebekan atau pemberitaan yang menyudutkan para korban.

Kedua, seorang anak yang terjaring dalam proses penggerebekan baik korban dan pelaku tidak layak mendapatkan kekerasan fisik maupun psikis.

“Oleh karenanya, kami sangat menyangkan perilaku kekerasan fisik terhadap anak dan mendesak pemerintah untuk memberikan pemenuhan hak korban atas pendampingan psikologis dan pembinaan yang melibatkan keluarga korban,” ujar Ana dikutip dari rilis tersebut.

Ketiga, WCC Jombang sangat disayangkan, penggerebekan itu dilakukan setelah banyak warga yang mengeluhkan adanya beberapa rumah di kompleks perumahan itu yang diduga disewakan untuk memfasilitasi perbuatan asusila.

Sehingga fungsi pencegahan dan penanganan kekerasan di tingkat desa harus juga diimbangi dengan upaya memperkuat kelembagaan yang ada di desa dalam hal mekanisme pencegahan dan pengaduan dugaan pelanggaraan asusila maupun kekerasan fisik demi terwujudkan Desa Ramah Perempuan Anak, Responsif menjawab permasalahan sosial di masyarakat.

“Empat, bahwa kami sangat menyayangkan narasi Kumpul Kebo yang beredar di Masyarakat, bertentangan dengan fakta di lapangan yang mengidentifikasi korban masih berusia anak,” ujarnya.

Hal itu, menurut Ana, tentu saja menciderai prinsip Perlindungan terhadap Korban yang berdampak pada menguatnya stereotype, stigma dan diskriminasi terhadap anak seumur hidupnya.

Seyogyanya anak harus mendapatkan support dan dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya melalui pembinaan yang memadai.

Kelima, beberapa anak masih berstatus pelajar, oleh karenanya dibutuhkan pembinaan bagi peserta didik oleh pihak dalam hal upaya PPK (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) sesuai dengan peran dan fungsi sekolah sebagaimana mandat Permendikbud 46 tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.

Keenam terhadap pihak-pihak yang berposisi selaku penyedia tempat dan melakukan pembiayaran terhadap tindakan atas anak kami sangat mendorong bisa dijerat dengan pasal 296 KUHP tentang mempermudah dilakukannya perbuatan cabul.

“Maka WCC Jombang menyayangkan perbuatan penggerebekan disertai kekerasan fisik dan verbal terhadap anak yang dilakukan telah menciderai jaminan perlindungan hak anak, termasuk hak anak untuk terlindung dari publikasi yang menyudutkan,” tandas Ana.

Dapatkan update berita menarik hanya di .com, Jangan lupa follow jurnaljatim.com dgoogle news instagram serta twitter Jurnaljatim.com