Memprihatinkan, WCC Jombang Terima Aduan Puluhan Kasus Kekerasan Perempuan di 2022

, – Kasus kekerasan terhadap perempuan masih menjadi perhatian di Jombang. Lembaga pegiat persoalan Perempuan Women Crisis Center (WCC) Jombang merilis temuan atas kasus kekerasan dialami perempuan sepanjang tahun 2022.

Staf Advokasi Kebijakan dan Pengorganisasian Masyarakat WCC Jombang Novita Sari mengatakan pihaknya sepanjang tahun 2022 telah menerima 86 pengaduan kasus kekerasan perempuan berbasis gender.

“Dari 86 kasus yang ditangani WCC Jombang, 38 kasus kategori Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Termasuk 2 kasus kekerasan terhadap (KTA) yang dilakukan oleh ayah dan Terdapat 36 kasus kekerasan terhadap istri (KTI) yang dilakukan suami,” kata Novita dalam pesan rilis diterima Jurnaljatim.com, Kamis (2/3/2023).

Sementara, dari 86 kasus kekerasan perempuan, sebanyak 46 kasus . Rinciannya, 15 kasus pemerkosaan, 9 kasus pelecehan seksual, 19 kasus kekerasan dalam pacaran, 3 kasus inses dan 1 kasus manusia serta 1 kasus pidana umum.

“Dari 86 kasus, sebanyak 21 kasus teridentifikasi terjadi merupakan kasus seksual berbasis elektronik di ranah dan 3 kasus korban merupakan ,” ungkapnya.

Lebih rinci berikut, ulasan data kasus ditangani WCC berhadapan dengan persoalan perempuan :

Dari 41 Kasus KDRT yang diterima WCC Jombang sebanyak 14 kasus berujung pada
perceraian dan 1 kasus harus bersengketa dalam permohonan hak asuh anak.

Dalam lingkup keluarga, 32 korban mengalami kekerasan psikis, 29 korban mengalami penelantaran, 4 korban mengalami marital rape, serta 18 korban mengalami kekerasan fisik.

Sepanjang 2022 terdapat 2 kasus KDRT yang didampingi WCC dan dilaporkan ke kepolisian, namun tidak ada satupun kasus KDRT yang dilaporkan selesai pada proses putusan di Negeri Jombang.

Upaya penyelesaian yang ditempuh adalah musyawarah dengan melibatkan pemerintah . Beberapa korban yang lain, tidak bisa menuntut pertanggung jawaban pelaku untuk memenuhi kewajibannya sehingga seringkali pada kasus penelantaran terhadap korban akan memilih jalur perdata (cerai gugat).

Pilihan ini justru mengabaikan pemenuhan hak-hak perempuan dan anak. Beberapa permasalahan pasca putusan cerai seringkali membuat perempuan harus menanggung sendiri kebutuhan anak tanpa mantan suami.

Sebanding dengan perempuan korban KDRT beragam tantangan juga dihadapi oleh 46 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Sebanyak 31 korban merupakan usia anak yang mengalami kekerasan seksual, dimana 15 perkara diadili di pengadilan sudah putusan, 5 korban masih menjalani proses hukum, 1 korban terkendala proses pembuktian terancam dihentikan, 2 korban pelakunya masih DPO, 1 korban berakhir damai secara kekeluargaan, serta 5 korban memilih tidak melalui proses hukum.

Dari 46 kasus kekerasan seksual sebanyak 15 korban berusia diatas 18 tahun (dewasa). Namun 10 korban usia dewasa yang memutuskan untuk tidak melapor karena tantangan sukar-nya implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), sebagai contoh kasus dialami NY (31), seorang ibu tunggal diperkosa tetangganya sampai hamil. NY berupaya melaporkan kasusnya namun diancam pasal perzinahan.

Situasi berat juga menimpa SR (24) bernuansa KBGE di mana identitas pelaku tidak diketahui, N (35) tahun korban disabilitas mental yang alami perkosaan hingga hamil, melahirkan dan direncanakan akan dilakukan sterilisasi.

Problem struktural ini diperkuat dengan masih minimnya komitmen stakeholder dalam mengimplementasikan UU nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS. Aturan tersebut sebenarnya mengakomodir 9 bentuk kekerasan seksual sebagai jawaban kekosongan hukum selama ini.

Dapatkan update berita menarik hanya di Jurnaljatim.com, Jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news instagram serta twitter Jurnaljatim.com.