Surabaya, Jurnal Jatim – Praktik dugaan penggelapan pasokan BBM untuk kapal-kapal milik perusahaan jasa transportasi angkutan laut PT Meratus Line diungkap pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Senin (16/1/2023).
Dugaan praktik penggelapan yang berlangsung bertahun-tahun itu merugikan perusahaan hingga ratusan miliar rupiah atas jutaan liter BBM jenis solar yang digelapkan.
Dalam sidang tersebut, menghadirkan saksi dari pihak direksi PT Meratus Line Slamet Rahadjo dan sejumlah saksi dari direksi PT Meratus lainnya.
Dalam keterangannya, 17 terdakwa pelaku penggelapan BBM solar mendapatkan uang bagian dari penjualan BBM yang digelapkan dalam jumlah yang sangat besar setiap bulannya.
“Edi Setyawan sebagai aktor utama juga mengakui mendapatkan Rp600 juta dari hasil penjualan BBM yang digelapkan,” kata Slamet Rahardjo.
Secara umum, ujarnya, praktik penggelapan itu dilakukan dengan mengurangi kuota BBM yang dibeli dari PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line, dua perusahaan pemasok BBM yang saling terafiliasi.
Penggelapan dilakukan oleh kelompok oknum pegawai dari 2 perusahaan yang secara rutin melakukan kegiatan jual beli bahan bakar kapal yang berjumlah 17 orang dan saat ini sudah menjadi terdakwa.
Mereka adalah Sugeng Gunadi, Nanang Sugiyanto, Herlianto, Abdul Rofik, Supriyadi, Heri Cahyono, Edi Setyawan, Eko Islindayanto, Nur Habib Thohir, Edial Nanang Setyawan, dan Anggoro Putro.
Selain itu Erwinsyah Urbanus, David Ellis Sinaga, Dody Teguh Perkasa, Dwi Handoko Lelono, Mohammad Halik, dan Sukardi. Mereka diproses dalam berkas dakwaan terpisah.
Akibat aksi tersebut, berdasarkan hasil audit sejak 2015 hingga 2022 perusahaan jasa angkut PT Meratus Line mengaku mengalami kerugian lebih dari Rp501 miliar.
Aksi penggelapan itu berawal saat PT Meratus Line di Surabaya mendapatkan informasi adanya praktik jual beli BBM jenis solar di Jakarta yang melibatkan karyawannya.
Perusahaan lantas melakukan antisipasi dengan menyelidiki dengan menghitung konsumsi BBM dengan jarak tempuh kapal.
“Dari situ ditemukan adanya ketidakcocokkan atau selisih konsumsi BBM lebih rendah sekitar 1000 liter perhari antara hasil observasi dibandingkan dengan yang dilaporkan ke kantor,” ujarnya.
Hasil BBM yang digelapkan lalu dijual lagi kepada pihak penyalur dengan harga jauh di bawah harga yang ditetapkan pemerintah yakni hanya Rp 2.750 per liter.
Para tersangka dianggap melanggar pasal 374 KUHP tentang penggelapan Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke – 1 KUHP. Mereka terancam maksimal 5 tahun penjara.
Bergulirnya kasus penggelapan pasokan BBM ini berawal dari laporan PT Meratus Line ke Polda Jatim pada Februari 2022 lalu. Usai perkara ditingkatkan ke tahap penyidikan, pemilik PT Bahana Line (FS) dan jajaran direksi ikut diperiksi penyidik dalam kapasitas sebagai saksi untuk perkara yang menjerat 17 orang tersebut.
Namun, begitu berkas perkara tersebut dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan (P21) pada November lalu, penyidik Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suhariyanto mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru yang merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang telah P21.
Dalam perkara baru tersebut, penyidik menggunakan pasal-pasal keikutsertaan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam KUHP pada Pasal 378, 372, 55, dan 56. Selain itu, pasal-pasal pencucian uang dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencucin Uang juga turut digunakan.
Pengembangan perkara ini diduga merupakan upaya pihak kepolisian menjerat pihak-pihak yang terlibat sehingga tindak pidana penggelapan BBM itu dapat berlangsung lama. Sejumlah anggota direksi PT Bahana Line pun kembali masuk daftar individu-individu yang telah dan akan diperiksa.
Kepala Bidang Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto belum bersedia memberikan keterangan terkait kemajuan proses penyidikan dari pengembangan kasus dugaan penggelapan BBM tersebut.
Dapatkan update berita menarik hanya di Jurnaljatim.com, Jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news instagram serta twitter Jurnaljatim.com.