Jombang, Jurnal Jatim – DPRD Kabupaten Jombang mendorong payung hukum berikut tambahan dana PBID (Penerima Bantuan Iuran Daerah) untuk pelayanan kesehatan.
Hal itu seiring penghapusan Kartu Jombang Sehat (KJS) oleh pemerintah setempat yang merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan target pemerintah pusat untuk mengintegrasikan pelayanan kesehatan pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di 2022.
Ketua Komisi D DPRD Jombang Erna Kuswati mengatakan merujuk pernyataan Bupati Mundjidah Wahab terkait penghapusan KJS. Pihaknya pun menghawatirkan pelayanan kesehatan terhadap warga miskin. Alasannya masyarakat miskin di Jombang masih banyak dan butuh untuk biaya perawatan Rumah Sakit.
“Warga miskin yang tidak masuk DTKS atau Non DTKS banyak sekali, harapannya ada formula revisi perbup,” terang Erna Kuswati kepada wartawan usai agenda hearing, Rabu (12/10/2022) siang.
Sebagai gambaran, menurut Erna, sejauh ini pembiayaan untuk pelayanan warga miskin Non Daftar Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dicover dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
“Warga miskin Non DTKS tahun 2021 memakan biaya Rp6 miliar, dan untuk tahun 2022 ini, turun jadi Rp3,3 milliar,” urainya.
Lebih lanjut, dewan juga merekomendasikan adanya penambahan anggaran dana PBID di 2023 sebagai cadangan agar masyarakat yang kurang mampu nantinya dapat dilayani oleh pemerintah daerah.
Sementara itu, Kepala RSUD Ploso Dokter Achmad Iskandar Dzulqornain mengatakan sulit pada wilayah pelayanan. Kesulitan itu dalam artian kalau ada pasien sakit datang ke fasilitas kesehatan. Pasien butuh, dan sejak awal tidak sanggup membiayai.
“Pada tahap tertentu fungsi sosial rumah sakit akan kita kedepankan, ya sudah ditangani saja,” ungkap Iskandar.
Pengecualian hal itu, terang Iskandar, bisa dilakukan jika penyakit ringan yang hanya membutuhkan penginfusan satu atau dua hari sembuh. Namun jika pasien yang butuh penanganan lebih lanjut dan berbiaya besar, pastinya akan membebani biaya rumah sakit.
“Ya ini nyata, kita harus duduk bersama untuk merumuskan, kita tidak bisa hanya bilang KJS harus berhenti. Itu memang aturan tapi fakta di lapangan masih ada kelompok-kelompok seperti itu,” jelasnya.
Dia menambahkan, Pihaknya mencoba melayani dengan melihat kondisi keluarga dan ternyata tidak mampu. Nah, kondisi seperti itu yang harus dicarikan jalan keluar.
“Memang harus dibicarakan secara mendalam dengan relevan stakeholder, agara masyarakat yang membutuhkan pelayanan bisa terlayani,” pungkasnya.
Dapatkan update berita menarik hanya di Jurnaljatim.com, jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news instagram serta twitter Jurnaljatim.com