Surabaya, Jurnal Jatim – Rumah polisi di Sidosermo, Surabaya, Jawa Timur akhirnya dieksekusi oleh pengadilan negeri setempat. Eksekusi pada Rabu (24/8/2022) berjalan lancar meskipun sempat terjadi perlawanan dari penghuni rumah.
Sebanyak 15 SSK dari kepolisian disiagakan untuk membantu kelancaran eksekusi yang dilakukan juru sita PN Surabaya. Sejumlah massa yang berkerumun di depan rumah objek eksekusi akhirnya dibubarkan polisi sebelum pembacaan putusan PN Surabaya.
“Eksekusi kami lakukan atas putusan PN Surabaya berdasarkan sertifikat nomer 1272,” kata Juru Sita PN Surabaya Ferry Isyono di sela pelaksanaan eksekusi pengosongan rumah, Rabu (24/8/2022).
Menurut putusan PN Surabaya berdasarkan sertifikat nomer 1332, rumah di Jalan Sidosermo PDK V/ 377 tersebut milik Feryna Juliani, selaku pemohon eksekusi.
Di pihak lain, I Made Sukarta membeberkan bukti kepemilikan sertifikat rumah tersebut atas nama putrinya Ni Luh Putu. Dirinya merasa keberatan jika rumah tersebuk dieksekusi karena bukan bagian dari pihak tergugat.
Rumah di Jalan Sidosermo PDK V/ 377 Surabaya itu dibeli Made Sukarta atas nama putrinya Ni Luh Putu yang bekerja sebagai dokter kesehatan anggota Kepolisian Daerah Jatim.
Oleh karena itu, saat pra-eksekusi yang dimediasi Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya beberapa waktu lalu, Made Sukarta menolak menjalankan perintah PN Surabaya untuk mengosongkan rumahnya.
“Saya menolak eksekusi karena membeli rumah ini sesuai prosedur,” katanya tegas.
Sebelumnya, ia mengaku kaget mendapat surat perintah pengosongan rumahnya itu. Sebab, pihaknya tidak pernah mengetahui adanya proses gugatan tersebut.
Apalagi, dalam amar putusan perkara ini tergugat 1 dan tergugat dua yang diminta untuk mengosongkan obyek sengketa. Padahal, rumah yang dianggap sebagai obyek sengketa bukanlah milik keduanya.
“Sebelumnya tidak pernah ada gugatan (yang ditujukan pada pihaknya) ya. Tiba-tiba saja ada surat perintah pengosongan. Kalau amar putusannya berbunyi tergugat 1 dan dua diminta mengosongkan, maka itu salah. Sebab, rumah itu sudah bukan milik mereka,” tandasnya.
Karena itu atas kejadian itu, pihaknya menyatakan akan menempuh jalur hukum.
Terpisah, Sumarso kuasa hukum pemohon eksekusi Feryna Juliani mengisahkan kliennya membeli rumah yang selanjutnya menjadi objek sengketa di Jalan Sidosermo PDK V/ 377 itu pada tahun 2009 seharga Rp550 juta dari pemiliknya Fandriyani dan Adi Wijaya.
“Namun, sertifikatnya dijanjikan akan diserahkan pada tahun 2010,” katanya.
Janji pemilik awal untuk menyerahkan sertifikat rumah kepada Feryna Juliani yang telah membelinya ternyata tidak ditepati. Feryna didampingi Kuasa Hukum Sumarso kemudian melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya dan dinyatakan menang.
Pada tahun 2013, saat akan dilakukan eksekusi pada objek rumah tersebut, tiba-tiba muncul perlawanan hukum dari seseorang bernama Faturosyid.
Ternyata pemilik awal Fandriyani dan Adi Wijaya juga telah menjual rumah tersebut kepada Faturozzi. Bisa jadi karena itu pula Feryna tak kunjung mendapatkan sertifikatnya karena oleh pemilik awal telah diberikan kepada Faturosyid.
Namun, putusan PN Surabaya tidak memihak pada gugatan yang dilayangkan Faturrozi. Pun melalui upaya Peninjauan Kembali (PK) yang proses hukumnya berlangsung hingga tahun 2013, Faturosyid dinyatakan kalah.
Pada sekitar tahun 2013 itu, Made Sukarta mengaku membeli rumah tersebut sekaligus menerima sertifikatnya dari Faturosyid seharga Rp1,8 miliar.
Sertifikatnya langsung dibalik nama atas nama putrinya Ni Luh Putu, kemudian rumah tersebut direnovasi dan ditempati, karena sebelumnya rumah dalam kondisi tak terawat.
Dapatkan update berita menarik lainnya hanya di Jurnaljatim.com, jangan lupa follow jurnaljatim.com di Google News.