Jombang, Jurnal Jatim – Masyarakat Jombang, Jawa Timur diharapkan untuk waspada terhadap peredaran rokok ilegal yang terbukti telah merugikan negara dari sisi pajak serta mengancam keberlangsungan pekerja (buruh) di perusahaan rokok.
Karena kesejahteraan (upah) tidak bisa naik sesuai ketentuan, bahkan pekerja bisa terancam PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) akibat risiko sanksi perusahaan.
Demikian disampaikan kepala bidang pemeriksa bea dan cukai kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai wilayah kerja Kediri, Rudi Suprianto saat melakukan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai yang digelar oleh dinas komunikasi dan informasi Kabupaten Jombang di Desa Ngudirejo, Kecamatan Diwek, Kamis (2/9/2021) lalu.
“Yang paling dirugikan adalah warga masyarakat konsumen, karena bisa membahayakan kesehatan,” kata Rudi yang membawahi wilayah kerja Kota dan Kabupaten Kediri, Jombang serta Nganjuk.
Untuk itu, Rudi mengajak memerangi dan menggempur peredaran rokok ilegal dan segera melapor atau menghubungi ke nomor 081-335-672-009, atau bisa melalui media sosial.
“Berbagai jenis barang kena cukai tersebut peredarannya diawasi dan wajib memenuhi ketentuan perundang-undangan nomor 11 tahun 1995 Jo UU nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai,” katanya.
Menurut dia, kategori rokok ilegal adalah rokok yang diedarkan, dijual atau ditawarkan tidak dilekati pita cukai, dikenal dengan istilah rokok polos atau putihan. Rokok yang diedarkan dari produksi pabrik yang belum mempunyai NPPBKC (nomor pokok pengusaha barang kena cukai).
Rokok yang diedarkan, dijual atau ditawarkan dilekati pita cukai, namun pita cukainya: palsu atau dipalsukan, sudah pernah dipakai (bekas), tidak sesuai ketentuan peruntukkannya, misalnya pita cukai untuk rokok golongan SKT (sigaret kretek tangan) tapi dilekatkan pada rokok dengan golongan SKM (sigaret kretek mesin) sehingga tidak sesuai tarif cukainya.
“Selain itu, ada rokok tidak sesuai personalisasinya. Misalnya, pita cukai untuk perusahaan A tapi digunakan untuk perusahaan B,” ujarnya.
“Setiap orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai: pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan; importir BKC; panyalur; atau pengusaha TPE (Tempat Penjualan Eceran), wajib memiliki izin berupa NPPBKC,” lanjut dia.
Barang Kena Cukai mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, karena itu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Menurutnya, aspek yang harus diperhatikan dalam penerapan BKC diantaranya, pengenaan cukai sebagai upaya pengendalian konsumsi untuk mendukung RPJMN melalui penurunan prevalensi merokok, khususnya usia 10-18 tahun yang ditargetkan menjadi 8,7% di tahun 2024.
Mempertimbangan sektor tenaga kerja atas hasil tembakau terdapat 158.552 pekerja langsung pada tahun 2017 lalu. Selain itu, juga terdapat 526.389 KK (setara 2,6 juta orang) yang terlibat dalam sektor pertanian tembakau pada tahun 2020 di Indonesia. Sedangkan target penerimaan negara dari cukai untuk mendukung pembangunan nasional tahun 2021 ini ditargetkan Rp 173,78 trilyun.
Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau Wilker Kediri tahun 2021 ditargetkan bervariasi. Provinsi Jawa Timur sebesar Rp581.368.785.000, Kota Kediri Rp66.109.242.000, Kabupaten Kediri Rp41.302.094.000, Kabupaten Jombang Rp37.401.427.000, dan Kabupaten Nganjuk Rp.22.411.508.000.
Pemanfaatan alokasi dana itu untuk mendukung program bantuan bibit dan sarana produksi tembakau, pelatihan peningkatan kualitas budidaya tembakau, program kemitraan antara petani tembakau dan perusahaan mitra. Selain itu, dukungan program lingkungan sosial berupa BLT bagi buruh tani tembakau dan buruh pabrik rokok.
Dalam bidang kesehatan sebesar 25 persen meliputi bantuan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN), peningkatan kesehatan angka prevalensi stunting dan upaya penanganan pandemi COVID-19, dan pengadaan atau pemeliharaan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan dan lainnya.
Editor: Azriel