Bupati Non Aktif Nganjuk Minta Uang Pengisian Jabatan Perangkat Desa

Nganjuk, Jurnal Jatim – Bupati non aktif Nganjuk, , Novi Rahman Hidayat menjalani kasus dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Senin (30/8/2021).

Sidang perdana digelar virtual dengan posisi Novi Rahman Hidayat berada di rumah tahananan Nganjuk. Sementara tim jaksa, tim pengacara dan majelis hakim berada di pengadilan Surabaya, Jatim.

Bupati Novi Rahman Hidayat didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK karena tertangkap tangan dalam dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk.

Dalam dakwaan yang dibacakan JPU Andie Wicaksono mengatakan, terdakwa Novi Rahman Hidhayat sebagai penyelenggara negara atau tepatnya sebagai Bupati Nganjuk masa jabatan tahun 2018-2023 didakwa menyalahgunakan kekuasaannya.

Menurut Andie, terdakwa dianggap sengaja mendapatkan uang dengan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Bupati Nganjuk dalam seleksi pengisian perangkat desa.

Terdakwa juga tidak menerapkan Surat Keputusan Dalam Negeri Nomor 131.35-5901 Tahun 2018 tanggal 5 September 2018 tentang Pengangkatan Bupati Nganjuk Provinsi Jatim dan acara pengucapan sumpah Bupati Nganjuk 24 September 2018.

Bupati Novi juga tidak melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik, dengan pamrih dan mengharapkan imbalan dari kepala desa () melalui para yang ada di wilayahnya saat melaksanakan pengisian seleksi perangkat desa.

“Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya,” kata Andie.

Andie menyatakan, Novi selaku Bupati Nganjuk dianggap terbukti bersalah usai memaksa para Kepala Desa yang wilayahnya mengadakan seleksi perangkat desa melalui para Camat di Kabupaten Nganjuk untuk memberikan uang masing-masing sebesar Rp10 juta sampai Rp15 juta.

Dalam kasus itu, Bupati Novi didakwa dengan pasal 12 huruf e UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Tis’at Afriyandi menyatakan akan mengajukan eksepsi pada persidangan pekan depan. Menurutnya, ada beberapa dakwaan alternatif yang disampaikan JP Perihal alasan secara rincinya, akan dipelajarinya lebih lanjut.

“Pada prinsipnya, eksepsi kami sebagaimana hak terdakwa sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat 1 KUHP, terdakwa berhak memberikan jawaban terhadap JPU. Yang jelas, kami mengajukan eksepsi, minggu depan jadwal kami untuk memberikan jawaban atas eksepsi tersebut,” ujarnya.

Tis’at mengungkapkan ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan pihaknya sebelum mengajukan eksepsi. Salah satunya adalah dakwaan dari JPU yang dinilai kabur.

“Kan banyak sih (pertimbangan),  eksepsinya, ada beberapa hal, terkait dakwaan tersebut kabur dan lain sebagainya, nanti kami bicarakan dengan tim. Jadi, banyak hal yang perlu kami cermati lagi terkait dakwaan tersebut, lebih jelasnya nanti di eksepsi tersebut, akan kami bedah satu persatu,” katanya.

 

Editor: Azriel