Bansos Beras di Nganjuk Tidak Standar, Praktisi Hukum: Harus Diusut

NGANJUK (Jurnaljatim.com) – Temuan beras bantuan sosial (Bansos) tidak layak konsumsi di Kabupaten Nganjuk mendapat tanggapan dari Gundi Sintara, Direktur Lembaga Kajian Hukum dan Kebijakan Public Sintara Institute. Menurut dia, jika ada indikasi penyimpangan maka masuk di ranah tipikor (tindak tidana korupsi).

“Yang terpenting kalau sudah terbukti ada temuan kualitas beras tidak sesuai standar, berarti ada penyimpangan yang terindikasi kuat ada unsur Tipikor dan kasus seperti ini sudah sering terjadi berulang ulang,” jelas Gundi melalui pesan singkatnya.

Menurut Gundi, temuan itu harus disikapi secara tegas oleh penegak hukum. Yakni, dengan mengusut tuntas yang terlibat di pusaran bantuan untuk warga terdampak pandemi COVID-19 itu.

“Sekarang saatnya ada tindakan tegas secara hukum, bukan sekedar dipanggil raker, entar setelah raker terus berhenti gak ada kabar. Harus diusut tuntas siapa saja yang terlibat dalam manipulasi kualitas beras bansos ini,” tegas praktisi hukum tersebut.

Selain adanya tindakan tegas secara hukum, DPRD Nganjuk jika perlu membentuk pansus untuk menyikapi temuan bansos yang bersumber dari APBD Kabupaten Nganjuk tersebut.

“Jika perlu dewan membentuk pansus beras bansos,”pungkasnya.

Baca sebelumnya: Beras Bansos Tidak Layak Dewan Nganjuk Minta Ditarik

Sebelumnya, beras kualitas di bawah standar ditemukan oleh Edy Santoso, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Nganjuk saat sidak (Inspeksi Mendadak) di tiga desa di Kecamatan Gondang. Yakni di Desa Ketawang, Desa Kedungglugu dan Desa Senjayan.

Awalnya bantuan yang bersumber dari APBD Kabupaten tersebut dalam bentuk uang tunai Rp200.000, namun pemerintah kabupaten setempat membelanjakannya dalam bentuk sembako berupa beras.

“Sebenarnya itukan bantuan dari Kabupaten Nganjuk dalam bentuk uang Rp200.000. Tapi dibelanjakan beras 20 kilogram, seharusnya dibelikan harga Rp9500 per kilogram, itu kan kualitas bagus. Yang packing Rp500 untuk pengepakan untuk distribusi, itu kan bisa,” kata Edy.


Editor: Hafid