Sidang Perkara Jual Beli Tanah, Saksi Pojokkan Terdakwa Hiu Kok Ming

SURABAYA (Jurnaljatim.com) – Sidang kasus jual beli tanah seluas lima hektar di Bekasi, dengan (58), kembali digelar di (PN) Surabaya dengan agenda pemeriksaan saksi berjumlah tujuh orang.

Ketujuh saksi tersebut diperiksa secara bergantian oleh majelis hakim yang diketuai oleh Anne Rusiana. Sri Tyas Rejeki, saksi yang juga bertindak sebagai pelapor dalam perkara ini, mendapat giliran pertama untuk diperiksa.

Dalam keterangannya, wanita paruh baya yang menjawab sebagai direktur utama PT Mutiara Langgeng Bersama (MLB) itu mengaku bahwa dirinya mengetahui adanya sebuah transaksi yang jual beli tanah di Bekasi senilai Rp 75 miliar.

“Saat pertama saya menjabat direktur utama di PT MLB, saya diberitahu ada sebuah transaksi (jual beli tanah) di Kalimalang Bekasi yang belum selesai,” ucap Tyas, Senin (2/12/2019)

Tyas mengaku, menurut keterangan yang diperolehnya dari manajemen PT MLB dan Widjijono selaku direktur utama saat terjadinya transaksi mengatakan bahwa terdakwa Hiu Kok Ming mengaku tanah di Kalimalang itu miliknya. Dan sertifikat tanah masih dalam proses penerbitan dan meminta jangka waktu 6 bulan.

“Setelah 6 bulan tak kunjung terbit, akhirnya dilakukan pengecekan di BPN Bekasi. Dan ternyata tanah tersebut belum ada peralihan hak dari PT Adi Royalty. Baru pada Desember 2012 ada peralihan haknya. Sedangkan pendaftaran pengurusan sertifikat baru pada Februari 2013,”imbuhnya.

Keterangan saksi Tyas ini mendapat perlawanan dari penasihat hukum (PH) terdakwa, Sudiman Sidabuke, yang mempertanyakan apakah saksi mengetahui transaksi jual beli tersebut hingga pembuatan perikatan jual beli di kantor notaris Priyatno. Saksi yang baru menjabat pada bulan Januari 2016 itu menyampaikan tidak tahu.

“Saya tidak tahu. Setelah dirapatkan oleh manajemen, kami semua akhirnya mengambil keputusan untuk melaporkan. Karena itu merupakan tanggung jawab saya yang nanti dipertanyakan oleh komisaris,”kata Tyas.

Kemudian, giliran saksi Widjijono dihadirkan ke ruang persidangan. Menurut Widjijono dirinya yang saat itu menjabat sebagai direktur utama mendapat tawaran dari Dody Widodo, yang menurut pengakuannya tanah yang diakui sebagai milik terdakwa, selaku makelar, sebuah tanah berlokasi di Bekasi. Setelah di cek, kemudian saksi tertarik hingga melakukan penawaran tanah tersebut di kantor terdakwa.

“Waktu saya tanya surat-suratnya katanya beres. Komplit. Tanah itu miliknya. Tidak usah khawatir. Lalu terjadilah kesepakatan harga dari Rp 1, juta menjadi Rp 1,5 juta/meter. Waktu mau pulang dia (terdakwa) bilang suruh kasih tanda jadi Rp 1 miliar. Saya bilang saya harus pulang dulu, bicara sama manajemen. Karena sudah oke, akhirnya saya kasih BG satu miliar. Yang ambil Dody,” beber Widjijono.

Widjijono menambahkan, perjanjian ini dikatakan saksi hampir batal, karena terdakwa tidak dapat menunjukkan bukti-bukti surat kepemilikannya. Untuk meyakinkan saksi kemudian terdakwa memberikan 5 buah sertifikat dimana salah satunya berdiri sebuah hotel.

“Yang menunjuk notaris ya dia (terdakwa). Dan notaris bilang kalau surat-surat asli sudah dimasukkan ke BPN. Bahkan untuk lebih meyakinkan saya di beri cover note. Sebagai bukti bahwa, berkas sertifikat sudah dalam proses penerbitan dan sebagai jaminan tambahan saya di beri sertifikat 5, namun kemudian dengan bujuk rayunya Terdakwa meminta agar 5 sertifikat diserahkan kembali, karena sebentar lagi sertifikat akan terbit, namun saya tidak tahu apakah 5 sertifikat tersebut masih di Notaris atau ditangan terdakwa,” terangnya.

Sidabuke pun mengajukan pertanyaan yang pada intinya apakah terdakwa mengetahui adanya terdakwa kepada PT MLB. Widjijono mengaku dirinya mengetahui dari manajemen. Sedangkan terkait isi putusannya yang sudah incrahct, Widjijono tidak begitu tahu secara rinci.

“Kalau secara utuh isi putusannya saya tidak tahu. Yang saya tahu, dia (terdakwa) disuruh bayar Rp 70 M,”ucapnya.

Ketika ditanyakan apakah PT MLB pernah dibayar baik sesuai isi perjanjian di dalam akte dan putusan gugatan. Widjijono mengaku tidak sepeserpun pernah dibayar oleh terdakwa. Sidabuke yang melemparkan tawaran apakah saksi mau berdamai apabila terdakwa mau membayar Rp 70 M, saksi belum bisa memutuskan.

“Saya harus rapatkan dulu dengan manajemen. Karena ini menyangkut perseroan. Tapi nyatanya sampai saat ini kami tidak pernah menerima sepeserpun dari Hiu Kok Ming,”tegasnya

Widjijono juga mengaku bahwa kerugian Rp 30 miliar tersebut bukan murni seluruhnya uang milik PT MLB. Dirinya mengaku menjalin kerjasama dengan Hanadi dan PT. Podo Joyo Mashyur yang masing-masing menggelontorkan dana Rp 10 miliar. Sedangkan PT MLB berupa tanda jadi Rp 1 miliar dan 9 miliar.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki dari Tinggi Jatim kemudian menanyakan terkait saksi yang pernah di panggil oleh Kejaksaan Agung RI terkait tindak pidana korupsi. “Iya benar. Waktu itu saya dipanggil jadi saksi, apakah benar saya membeli tanah Hiu Kok Ming. Sudah itu saja. Kelanjutannya saya tidak tahu,”katanya.

Sari Astuti, istri terdakwa yang menjadi saksi ketiga mengatakan bahwa dirinya ditelepon oleh Teguh Kinarto melalui nomer handphone suaminya. Menurut pengakuannya, Teguh mengatakan bahwa akan membeli tanah milik Hiu Kok Ming. “Itu belum ada suratnya masih dalam pengurusan sertifikat. Tunggu sampai beres suratnya,”kata Sari.

Hal ini memantik hakim mempertanyakan kejanggalan keterangan istri terdakwa tersebut. Karena menurut pandangan hakim, yang menjalankan suaminya tetapi malah telepon istrinya. Saksi Sari mengaku tidak tahu.

“Kok ga wajar. Kenapa kok Teguh telepon kamu sendiri. Bukan telepon suamimu,” tanya hakim Dwi Purwadi.

Saksi Sari mengaku tahu proses pengurusan sertifikat, karena di beritahu suami. Sedangkan tentang notaris dan proses pembayaran saksi mengaku tidak tahu. Hal ini langsung di bantah oleh saksi Widjijono, yang menunjukkan surat keterangan atas pembayaran tanah berupa BG yang ditanda tangani oleh saksi Sari dan terdakwa. “Iya, itu tanda tangan saya,”aku Sari.

Ketika hal ini ditanyakan kebenarannya kepada terdakwa, dengan tenang dijawab tidak benar. Terdakwa mengaku hanya bernegoisasi dengan Teguh Kinarto. Padahal, terdakwa telah mengaku menerima dan mencairkan BG sebesar Rp 30 miliar dan menanda tangani PPJB dengan Widjijono , selaku Dirut pada saat itu.

Karena dirasa waktu tidak memungkinkan, akhirnya hakim Anne menunda empat saksi tersisa pada Rabu (4/12/2019). “Sidang kita tunda Rabu,”pungkas hakim Anne. (*/Yoh)


Editor: Hafid