NGANJUK (Jurnaljatim.com) – PT Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan operator atau penyelenggara jasa angkutan dengan kereta api, yang melayani dua jenis angkutan yaitu angkutan barang & penumpang secara masal.
Pengembangan Stasiun dan peningkatan pelayanan terus dilakukan di wilayah kerja Daop 7 Madiun. Saat ini sedang berlangsung pembangunan jalur ganda termasuk bangunan stasiunnya oleh Kementrian Perhubungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian.
Ixfan Hendriwintoko Manajer Humas PT KAI Daop 7 Madiun, menjelaskan, bahwa pembangunan Stasiun Baron dilakukan oleh Kementrian Perhubungan dalam hal ini satuan kerja dari Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) wilayah Jawa Timur, khususnya paket Jalur Ganda Jombang Madiun (JGJM) sepanjang 74 Kilometer.
“Bukan hanya Stasiun Baron saja, tetapi juga Stasiun Sembung, Bagor, Saradan, Caruban, juga Stasiun Babadan. Sedangkan untuk Paket Jalur Ganda Madiun Kedungbanteng (JGMK) sepanjang 57 Kilometer, pembangunan juga dilakukan di Stasiun Barat, Geneng, Paron, Kedunggalar, dan Walikukun,” jelas Ixfan dalam siaran pers yang diterima Jurnaljatim.com, Selasa (8/10/2019) pagi.
Menurut Ixfan, stasiun merupakan suatu tempat terbuka atau tertutup terdiri dari beberapa jalur, dikuasai oleh seorang Kepala Stasiun dengan batas wilayah kewenangannya diantara dua buah sinyal masuk.
Dalam tugasnya, kata Ixfan, seorang Kepala Stasiun bertanggungjawab atas keselamatan perjalanan kereta api, keuangan stasiun, keamanan dan lain sebagainya. Stasiun sendiri, berdasarkan jumlah naik turun penumpang dibagi dalam beberapa kelas yaitu kelas besar tipe A,B,C, kelas 1, 2, dan 3.
“Untuk Stasiun Baron saat ini, sesuai peraturan dinas masuk dalam kategori stasiun kelas 3 dengan system persinyalan elektrik,” ujar Ixfan.
Ia menjelaskan, selain fungsi stasiun untuk naik turun penumpang atau barang, stasiun juga digunakan sebagai tempat persilangan maupun penyusulan.
“Tidak semua stasiun selalu di gunakan naik turun penumpang atau barang, bisa juga hanya digunakan untuk persilangan dan penyusulan kereta api,”terang Ixfan.
Lebih lanjut Ixfan menjelaskan, sebelum suatu stasiun dijadikan tempat pemberhentian resmi kereta api sebagai tempat naik turun penumpang, Itu membutuhkan proses, diantaranya dilakukan pengkajian terlebih dahulu.
Sesuai dengan UU 23 tahun 2007 tentang Perekeretaapian Pasal 172, bahwa warga masyarakat bisa mengusulkan hal tersebut kepada pemerintahan setempat, kemudian dilakukan survei pasar seberapa banyak volume penumpang yang akan naik dan turun di Stasiun Baron, kelengkapan fasilitas pelayanan dan keselamatan, tarip tiket, serta sterilisasi stasiun juga harus terjamin.
Dengan dibangun megahnya beberapa stasiun di wilayah Daop 7 Madiun oleh Kemenhub, sangat memungkinkan kedepan digunakan naik turun penumpang khususnya Kereta Api lokal, agar bisa menunjang perekonomian warga sekitar.
“Kami sebetulnya juga berharap stasiun – stasiun tersebut bisa dimaksimalkan operasionalnya untuk naik turun penumpang, namun tidak semua KA bisa berhenti di semua stasiun, karena memang potensi penumpangnya tidak ada, nanti bukanya meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, malah justru akan mengurangi,” jelas Ixfan.
Jika suatu KA berhenti di banyak stasiun, lanjut Ixfan Hendriwintoko, waktu tempuh dari surabaya sampai jakarta yang harusnya 10 sampai 12 jam bisa molor lebih lama.
“Jadi kami persilahkan kepada warga sekitar Stasiun Baron mengusulkan melalui Pemerintah Daerah setempat untuk diteruskan ke Pemerintah pusat dan PT KAI (Persero),” pungkas Ixfan.
Editor: Hafid