Tuban, Jurnal Jatim – Sebanyak 29 Penghulu Kemenag Tuban menikahkan 303 calon pengantin pada Malem Songo atau malam sembilan tepatnya, Senin Kliwon 8 April 2024.
Ratusan calon pengantin yang menikah pada malem Songo tersebut tersebar di berbagai kecamatan di Tuban, Jawa Timur.
Rincinya, Kecamatan Widang 47 pasang, Semanding 24 pasang, Plumpang 24 pasang, Parengan 24 pasang, Soko 24 pasang, Palang 23 pasang, Jenu 22 pasang, Merakurak 18 pasang, Tuban Kota 18 pasang.
Kemudian Bangilan 12 pasang, Rengel 12 pasang, Grabagan 12 pasang, Senori 11 pasang, Montong 10 pasang, Kerek 8 pasang, Jatirogo 4 pasang, Tambakboyo 3 pasang, Singgahan 3 pasang, Bancar 2 pasang dan Kenduruan 2 pasang.
Kasi Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Tuban Mashari, mengatakan tercatat sebanyan 303 calon pengantin yang mendaftarkan nikah malem songo.
“Kemenag Tuban menyiapkan 29 penghulu menikahkan 303 calon pengantin, dari jumlah itu terdapat 4 nikah di bawah umur, dari KUA Kerek ada 3 calon istri dan KUA Soko ada 1 calon suami,” ujarnya, Kamis (8/4/2024).
Menurut Mashari, hal tersebut berbeda dengan tahun 2023 yang terdata sejumlah 353 pasang.
“Ini berarti perkawinan malam songo mengalami penurunan sebanyak 50 pasang dan tahun 2022 tercatat 391 pasang,” ujarnya.
Menurut Mashari, hal ini bisa disebabkan indikasi berhasilnya program Tuban Bangga (Tuban mBangun Keluarga) besutan Kemenag Tuban dan Pemda setempat.
“Mungkin karena mindset masyarakat sudah berubah, bahwa menikah tidak harus malem songo atau tidak mau tergesa-gesa untuk menikah, mematangkan usia dan mempersiapkan diri secara lebih,” ujarnya
Malam songo merupakan malam yang dianggap istimewa oleh sebagian masyarakat Tuban sehingga dijadikan tradisi untuk melangsungkan pernikahan. Dipilihnya malam songo karena dianggap memiliki banyak keberkahan.
Alasan nikah malem songo menurut Kepala KUA Soko Fatkhurrahman, malem songo dinamakan Ngebo Bingung, artinya kalau mencari hari pernikahan tidak usah memakai perhitungan adat Jawa.
Sedang menurut Kepala KUA Rengel Kasdikin, masyarakat melaksanakan nikah malem songo karena memiliki keyakinan hari itu adalah hari pemutihan bagi pasangan yang tidak cocok wetonnya dan sebagai kearifan lokal bahwa jodoh itu tidak boleh dibatasi sehingga sebagai solusinya adalah perjodohan.
Kepala KUA Kecamatan Montong Anwar Hidayat menambahkan malem songo merupakan malam ganjil terakhir pada bulan Ramadan, sehingga diyakini sebagai malam yang luar biasa.
“Kedua, pada malem songo banyak keluarga pengantin yang sudah mudik (pulang kampung),” imbuhnya.
Pria yang pernah menjuarai lomba baca kitab kuning untuk penghulu ini menambahkan yang ketiga adalah tradisi pernikahan pada malem songo ini diistimewakan diatas tradisi yang lain.
“Artinya, pernikahan tetap dilangsungkan pada malam songo, meski setelah dilangsungkan perhitungan tanggal (weton), diketahui bahwa nogo dino pada hari tersebut tidak sesuai atau tidak baik. Namun karena hari tersebut adalah malem songo maka pernikahan tetap dapat dilaksanakan,” ujarnya. [*]
Dapatkan update berita menarik hanya di Jurnaljatim.com, jangan lupa follow jurnaljatim.com di google news instagram serta twitter Jurnaljatim.com.